Selasa, 19 Oktober 2010

IDENTIFIKASI GLIKOSIDA

IDENTIFIKASI GLIKOSIDA

I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Sebelum praktikum ini mahasiswa diharapkan telah mengerti apa apa yang dimaksud dengan glikosida dan penggolongan glikosida.
2. Setelah praktikum ini, mahasiswa diharapkan dapat melakukan identifikasi glokosida secara kimia dan kromatografi.

II. DASAR TEORI
Glikosida adalah senyawa yang menghasilkan satu atau lebih gula sebagai produk hidrolisis. Yang paling sering muncul adalah β-D-glikosa walaupun rhamnosa, digitoxa, cymarosa dan gula lain merupakan komponen glikosida. Jika gula yang dihasilkan glukosa maka disebut glikosida, tetapi karena gula lain mungkin muncul selama hidrolisis maka ditambahkan kata glikosida.
Secara kimia, glikosida adalah asetal dengan gugus hidroksil gula terkondensasi dengan gugus hidroksil dengan komponen non gula disebut aglikon dan komponen gula disebut glikon.
Secara biologi glikosida berperan sangat penting dalam tanaman yaitu terlibat dalam fungsi regulator, protettif dan sanitasi. Yang memiliki efek terafetik adalah:
1. Digitalis, Strophantus, Squill, Concallaria, dan Apocynum memiliki efek tonik jantung.
2. Senna, Aloe, Rhubarb, Cascara sagrada dan frangula mengandung emodin yang berguna sebagai laksatif.
3. Wintergreen atau gandapura mengandung gaultherin yang menghasilkan metal salisilat yang berguna sebagai analgesic topical.
Glikosida sulit diklasifikasikan. Jika diklasifikasikan berdasarkan gula, ada beberapa gula yang jarang. Sedangkan jika berdasarkan aglikon, terlalu banyak jenis konstituen dalam tananam seperti tannin, sterol, karotenoid, antosianin dan termasuk senyawa yang belum diketahui. Klasifikasi secara kegunaan terafeutik memudahakan secara farmasetik tetapi sulit digunakan diluar bidang farmasetik.

BOISINTESIS
Biosintesis glikosida terdiri dari 2 bagian. Reaksi secara umum adalah penggabungan residu gula dengan aglikon. Diduga reaksi transfer ini sama pada semua system biologi. Hal ini kontras dengan jalur biosistesis yang berpariasi pada pembentukan aglikon yang cenderung harus dipertimbangkan satu per satu.
Jalur biosintesis secara prinsip pembentukannya melibatkan transfer gugus uridylyl dari uridintrifosfat menjadi gula-1-fosfat. Ensim yang mengkatalis reaksi adalah uridylyl transferase dan telah dapat diisolasi dari tanaman, hewan dan mikroba. Fospat dari pentose, hekssa dan derivate gula lainnya mungkin terlibat. Reaksi lainnya dimediasi oleh glikosil transferase, melibatkan gula dari uridin difosfat menjadi akseftor (aglikon) lalu, membentuk glikosida.


Reaksi: UTP + gula-I-P ↔UDP-gula + PPi………………………………(1)
UDP-gula + asektor ↔ asektor-gula (glikosida) +UDP………….(2)
Setelah sekali glikosida terbentuk, enzim lain mungkin mentransfer gula lain ke monosakarida membentuk disakarida.
GLIKOSIDA ANTRAKUINON
Sejumlah glikosida dengan aglikon yang berhubungan dengan antrasena ditemukan dalam tanaman obat seperti Cascara sagrada, frangula, Aloe, Rhubarb, Senna dan Chrysarobin. Obat ini berfungsi sebagai katartik kecuali Chrysarobinkarena terlalu iritan.
Glikosida ini jika hidrolisis menghasilkan aglikon di-, tri-, atau tetrahidroksi antrakuinon atau modifikasinya. Contohnya jika frangulin dihidrolisis maka akan mengasilkan emodin (1,6,8-trihidroksi-3-metil antrakuinon) dan rhamnosa. Antrakuinon bebas hanya memiliki sedikit aktivitas terapeutik. Residu gula memfasilitasi absorpsi dan translokasi aglikon pada situs kerjanya. Glikosida antrakuinon adalah katartik stimulant dan bekerja dengan cara meningkatkan tonus otot halus dari usus besar.



Biosintesis gula antarkuinon
Biosintesis antrakuinon ditemukan dari studi mikroorganisma seperti Penicillium islandicum, spesies yang memproduksi derivate antrakuinon melalui pembentukan unit asetat melalui kondensasi dari kepala ke ekor. Yang pertama dibentuk adalah intermediet asam poli-β-ketometilen yang kemudian memberi variasi senyawa aromatic teroksigenasi mengikuti kondensasi intramolekular. Intermediet antranol dan antron akan membentuk antrakuinon. Emodin, senyawa seperti antrakuinon, dibentuk pada tanaman tinggi dengan jalur yang sama. Reaksi transglikosilasi membentuk glikosida muncul pada tahap akhir setelah inti antrakuinon terbentuk.


Cascara sagrada
Cascara sagrada atau Rhamnus purshiana adalah batang kering dari tanaman Rhamnus purshiana. Glikosida emodin ada pada batang segar selama 1 tahun penyimpanan. Glikosida ini dikonversi menjadi glikosida monomerik teroksidasi menghasilakan efek katartik yang lemah. Cascara sagrada kering untuk kualitas obat mengandung tidak kurang dari 7% hidroantrasen, total dihitung sebagai cascarosida. Kegunaan cascara sagrada adalah sebagai katartik. Bukan sekedar sebagai laksatif tetapi mengembalikan tonus usus menjadi normal.
Aloe
Aloe adalah lateks kering dari daun tanaman Aloe barbadensis. Aloe mengandung beberapa glikosida antrakuinon. Yang utama adalah barbaloin atau aloe-emodin antron C-10 glukosida.

Kegunaan aloe antara lain:
• sebagai campuran dalam tingtur benzoin
• sebagai katartik dengan situs kerja pada usus besar
• dalam bentuk gel digunakan pada pengobatan luka bakar, abrasi dan iritasi kulit. Gel ini direkomendasikan untuk pengobatan luka baker tingkat 3 akibat sinar X dan saat ini dimanfaatkan sifatnya sebagai pelembab dan emolien.
Rhubarb
Rhubarb, rheum atau kelembak adalah rhizome atau akar kering dari jaringan periderm tanaman Rheum officinale, R. palmatum, atau hibrida Rheum yang ditumbuhkan di Cina. Konstituen utama rhubarb medicinal adalah antron rhein. Digunakan sebagai katartik dengan efek yang drastis pada peningkatan tonus otot usus.
Senna
Senna merupakan daun kering dari tanaman Cassia acutifolia. Konstituen utama senna adalah glikosida dimerik dimana aglikon disusun oleh aloe-emodin dan atau rhein. Konsentrasi terbanyak adalah sennosida A dan B, pasangan isomer optic dengan aglikon rhein diantron (sennidin A dan B). Sennosida C dan D adalah konstituen minor yang memiliki aglikon dimerik terdiri dari 1 molekul rhein dan 1 molekulaloe-emodin. Terdapat pula glikosida monomer dan antrakuinon bebas dalam jumlah kecil. Senna digunakan sebagai katartik.
Chrysarobin
Chrysarobin adalah serbuk goa netral dari tanaman Andira araroba . Konstituen utama adalah 30-40% chrysophenolanthronol, 30% emodinantron-monometil eter dan 30% dehidro-emodinantron-monometil eter.
Kegunaan chrysarobin adalah sebagai keratolitik pada pengobatan penyakit psoriasis, trikofitosis, dan eksim kronis. Sangat iritan sehingga tidak boleh digunakan pada wajah.

Dantron
Dantron atau chrysazin adalah 1,8-dihidroksi antrakuinon berbentuk serbuk kristalin berwarna oranye yang praktis tidak larut air tetapi larut dalam alcohol, eter, benzene atau pelarut lain. Dantron sulit diisolasi dalam bentuk murni sehingga dantron disintesis dari 1,8-antrakuinon kalium disulfonat.
Kegunaan dantron selain sebagai katartik adalah sebagai intermediet dalam pembuatan antralin, alizarin dan indatren.
GLIKOSIDA SAPONIN
Glikosida saponin banyak terdistribusi pada tumbuhan tinggi. Saponin membentuk larutan koloidal di dalam air dan berbusa jika dikocok. Saponin memiliki rasa pahit, iritan pada membrane mucus, merusak sel darah merah (hemolisis) dan beracun (hewan berdarah dingin). Saponin yang paling beracun disebut sapotoksin.
Saponin jika dihidrolisis menghasilkan aglikon “ sapogenin” Sapogenin à senyawa yang dapat dikristalkan saat asetilasi.
Tanaman yang mengandung saponin:


Penelitian tentang tanaman yang mengandung saponin bertujuan untuk memperoleh precursor kortison. Kortison merupakan anti inflamasi golongan steroid yang banyak digunakan. Kortison mula-mula diisolasi dari korteks adrenal kemudian disintesis dari asam empedu ternak. Karena sumber tersebut terbatas, maka akademisi, industri dan pemerintah meneliti berbagai tanaman yang mengandung saponin steroidal yang dapat dimanfaatkan sebagai precursor pembuatan kortison.determinasi yang menentukan apakah suatu senyawa steroid dapat digunakan sebagai precursor adalah berdasarkan kepemilikan gugus hidroksil pada posisi 3 dan 11 pada molekul atau memiliki kemampuan untuk melakukan konversi menjadi bentuk tersebut.
Steroid dari tanaman yang dapat menjadi sumber precursor pembuatan kortison diantaranya adalah:
• diosgenin dan botogenin dari genus Dioscorea
• hecogenin, manogenin, gitogenin dari genus Agave
• sarsasapogenin dan smilagenin dari genus Smilax
• sarmentogenin dari genus Strophantus
• sitosterol dari minyak mentah sayur-sayuran
Tanaman yang mengadung sapogenin diantaranya dari family Liliaceae, Amaryllidaceae, dan diocoreaceae. Sedangkan tananam dikotil yang mengandung sapogenin antara lain Strophantus dari family Apocynaceae.
Biosintesis glikosida saponin
Glikosida saponin dikelompokkan menjadi 2 (berdasarkan aglikonnnya)
– Saponin netral merupakan derivate steroid dengan rantai sampaing spiroketal
– saponin asam memiliki aglikon triterpenoid
sedikit yang diketahiu tentang biosintesis triterpenoid hanya diketahiu bahwa asetat dan mevalonat bergabung untuk membentuk senyawa triterpenoid. Dengan demikian jalur pembentukan kedua tife sapogenin adalah serupa dan merupakan reaksi kopling unit asetat dari kepala keekor. Percabangan muncul kemungkinan setelah pembentukan hidrokarbon triterpenoid (squalene) membentuk steroid dalam satu arah dan triterpenoid siklik.

Glycyrrhiza
Glycyrrhiza adalah rhizome kering dari akar Glycyrrhiza glabra / licorice Spanyol. Glycyrrhiza mengandung glikosida saponin àdisebut glycyrrhizin (asam glycyrrhizik) yang 50x lebih manis daripada gula. Jika glikosida ini dihidrolisis rasa manisnya hilang & terjadi konversi menjadi asam glycyrrhetik dan 2 molekul asam glukoronat. Asam glycyrrhetik adalah derivate triterpen pentasiklik tipe β amyrin. Konstituen lainnya adalah glikosida flavonoid, derivate kumarin, asparagin, 22,23-dihidrostigmasterol, glukosa, manitol dan 20% pati.
Glycyrrhiza diduga memiliki efek demulcent dan ekspektoran. Biasanya digunakan sebagai bahan tambahan pencita rasa, menutup rasa obat yang pahit seperti aloe, ammonium klorida, atau kuinin. Sifat surfaktan saponin dapat memfasilitasi absorpsi obat yang sedikit seperti glikosida antrakuinon.
Secara komersial, licorice ditambahkan pada permen karet, rokok, coklat dan tembakau kunyah. Jika licorice ditambahkan pada bir akan menambah jumlah busa sedangkan penambahan licorice pada rootbeer, stout dan porter bertujuan untuk menutupi rasa pahit.
Studi farmakologi menunjukkan dapat dimanfaatkan pada sediaan dermatologi sebagai anti inflamasi dan ekstrak akar licorice dimanfaatkan untuk pengobatan tukak lambung dan penyakit Addison (insufisiensi adrenokortikoid kronik). Glycyrrhizin meningkatkan retensi cairan dan natrium sehingga sebaiknya dihindari oleh penderita gangguan jantung dan hipertensi.
Dioscorea
Yam adalah nama popular untuk beberapa spesies Dioscorea dan kadang salah aplikasi disebut sebagai kentang. Botogenin dan diosgenin merupakan bahan yang digunakan sebagai precursor steroid (akar tanaman Dioscorea spiculiflora). Inti steroid dari botogenin terbentuk dengan cara transfer atom O dari posisi 12 ke 11 dari molekul polisiklik sebelum dapat digunakan sebagai intermediet dalam produksi kortison. Diosgenin dihasilkan dari hidrolisis dioscin, saat ini merupakan precursor utama glukokortikosteroid yang dibuat dengan proses melibatkan mikroba.
GLIKOSIDA SIANOFOR
Beberapa glikosida menghasilkan asam hidrosianat sebagai produk hidrolisis yang umumnya ditemukan dalam tanaman rosaceae. Biasanya disebut sebagai glikosida sianogenik. Jenis yang banyak terdistribusi adalah amygdalin (catatan: produk hidrolisis lainnnya adalah benzaldehid, sehingga glikosida yang mengandung amygdalin dapat diklasifikasikan sebagai glikosida aldehid).
Glikosida sianofor yang umum adalah derivate mandelonitril (bensaldehid-sianohidrin). Grup ini diwakili oleh amygdalin yang banyak ditemukan pada almond pahit, apricot, cherry, plum, peach dan biji-bijian dari famili rosaceae lainnya. Selain itu grup ini juga diwakili oleh prunasin yang terdapat pada tanaman Prunus serotina. Baik amygdalin dan prunasin menghasilkan D-mandelonitril sedangkan sambunigrin dari Sambucus nigra melepaskan L-mandelonitril.



Contoh tanaman:

Kegunaan glikosida sianorgenik:
• sebagai bahan tambahan pencita rasa.
• Beberapa sediaan antikanker mengandung amygdalin atau dikenal sebagai laetril (vitamin B-17) diklaim memiliki kemungkinan mengontrol anemia (sel darah bulan sabit).
• FDA belum menemukan efikasi laetril untuk pengobatan kanker walaupun beberapa negara melegalkan penjualannya .
Cherry liar
Cherry liar adalah stem batang yang dikeringkan secara hati-hati dari tanaman Prunus serotina. Batang cherry liar mengandung glikosida sianogenik yaitu prunasin (D-mandelonitril glukosida. Konstituen lainnya adalah enzim hidrolisis, prunase, asam p-kumarat, asam trimetil galat, pati dan minyak atsiri. Selain itu terdapat pula resin yang jika dihidrolisis menghasilkan scopoletin. Jika terjadi paparan maka kloroplastid dalam sel batang meningkat maka persentase glukosida mandelonitril akan meningkat juga. Cherry liar dalam bentuk sirup digunakan sebagai pencita rasa terutama dalam sediaan obat batuk sebagai ekspektoran sedative.




GLIKOSIDA ISOTHIOSIANAT
Beberapa biji-bijian dari tanaman Cruciferae mengandung glikosida dengan aglikon isothiosianat. Aglikon ini dapat berupa rantai alifatik atau aromatic. Glikosida isothiosianat yang penting diantaranya adalah:
- Sinigrin dari tanaman mustard hitam
- Sinalbin dari tanaman mustard putih
- Gluconapin dari biji “rape”
Mustard
Mustard hitam / sinapis nigra atau mustard coklat adalah biji matang yang dikeringkan dari tanaman varietas Brassica nigra. Konstituen mustard adalah 30-35% minyak, glikosida sinigrin (kalium myoronat) dan enzim myorisin. Jika adanya penambahan air pada biji yang dihaluskan maka sinigrin akan dihidrolisis oleh myorosin menjadi allyl isothiosianat (minyak mustard) yang volatile, kalium hydrogen sulfat dan glukosa.
Mustard hitam bersifat iritan local dan emetic. Penggunaan secara eksternal sebagai rubafasien dan vesikan.
Mustard putih / sinapis alba adalah biji matang yang dikeringkan dari tanaman varietas Brassica alba. Konstituen myrosin, glukosida, dan sinalbin yang jika dihidrolisis menghasilkan acrinil isothiosianat.
GLIKOSIDA FLAVONOL
Glikosida flavonol adalah glikosida dengan aglikon dari golongan flavonoid. Flavonoid yang banyak dikenal antara lain rutin, quercitrin dan bioflavonoid citrus (termasuk hesperidin, hesperitin, diosmin dan naringen).

Rutin dan hesperidin disebut vitamin P atau factor permeabilitas. Rutin dan hesperidin digunakan untuk pengobatan pada perdarahan kapiler dan meningkatkan kemungkinan pembuluh darah kapiler pecah.
Bioflavonoid citrus (termasuk hesperidin, hesperitin, diosmin dan naringen) digunakan untuk terapi ‘common cold’ atau flu.
FLAVONOL

RUTIN

GLIKOSIDA ALKOHOL
Salicin adalah glikosida dari tanaman Salix sp. dan Populus sp. Kebanyakan batang pohon willow dan poplap mengandung salicin. Sumber utama salicin adalah Salix purpurea dan Salix fragilis. Glikosida populin yang merupakan benzoil salicin dapat diasosiasikan dengan salicin yang berasal dari tanaman famili Salicaceae.
Salicin jika dihidrolisis oleh emulsin menghasilkan D-glukosa dan saligenin (salisin alkohol). Salicin memiliki efek farmakologi sebagai anti rematik. Mekanisme kerja salicin mirip dengan asam salisilat dan diduga salicin dioksidasi menjadi asam salisilat didalam tubuh manusia.
Hidrolisis salicin

GLIKOSIDA ALDEHID
Vanilla adalah glikosida yang memilki aglikon aldehid sebagai konstituen utama. Aglikon dari vanilla disebut vanillin atau metilprotokatekuik aldehid.
Vanilla adalah buah yang belum matang tetapi sudah tumbuh penuh dari tanaman Vanilla planifolia. Vanilla hijau mengandung 2 glikosida yaitu glukovanillin (avenein) dan glukovanillik alkohol. Glukovanillin jika dihidrolisis menghasilkan glukosa dan vanillin. Glukovanillik alkohol jika dihidrolisis menghasilkan glukosa dan vanillik alkohol yang kemudian jika dioksidasi akan menjadi vanillin.
Kegunaan vanillin adalah sebagai bahan pencita rasa, penutup rasa dan sebagai penampak bercak pada beberapa hasil kromatografi.
GLIKOSIDA LAKTON
Meskipun kaumarin banyak terdistribusi pada tanaman, tetapi glikosida yang mengandung koumarin sangat jarang. Beberapa glikosida derivat koumarin terhidroksilasi terdapat pada tumbuhan berikut:

– skimmin dari tanaman star anis jepang
– aesculin dari pohon ‘horse chesnut’
– daphnin dari tanaman merezeum
– fraxin dari tanaman ‘ash bark’
– scopolin dari belladonna
– limetin dari jeruk
Dari semua hidroksi koumarin yang disebutkan diatas, tidak ada yang memiliki potensi sebagai obat.
Derivat koumarin
Derivat koumarin yang memiliki efek farmakologis contohnya scopoletin (6-metoksi-7-hidrosi koumarin) dari tanaman Viburnum prunifolium atau V. opulus sebagai antispasmodik. Yang juga memiliki efek farmakologi adalah koumarin yang mengandung lakton seperti cantharidin dan methoksalen yang digunakan untuk tujuan dermatologi. Santonin yang dihasilkan dari tanaman Artemisia cina memilki efek anthelmintik, tetapi penggunaannya di amerika sudah dilarang karena potensi toksisitasnya yang tinggi.
Koumarin
Koumarin adalah lakton dari asam o-hidroksinamat yang berbentuk kristal prismatis, tidak berwarna, bau khas, pahit, aromatik dan rasa membakar. Koumarin larut alkohol dan saat ini sudah dapat disintesis.
Tanaman penghasil koumarin antara lain Anthoxanthum odoratum, Melilotus albus, Melilotus officinalis, Galium trifolium, dan Trifolium pratense.
FDA telah melarang pengguna koumarin sebagai bahan pencita rasa karena adanya interaksi antara kumarin dengan beberapa obat.
Derivat koumarin yaitu bishidroksikoumarin atau dikumarol digunakan sebagai antikoagulan. Dikumarol dapat dibuat analognya dengan cara sintesis yaitu garam warfari yang saat ini banyak digunakan sebagai antikoagulan.
Cantharides
Cantharides adalah serangga kering dari spesies Cantharis vesicatoria atau yang lebih dikenal sebagai lalat spanyol/rusia atau blister. Cantharides dibuat dengan cara merendam serangga dalam cuka encer atau serangga diberi uap panas dari larutan cuka, amonia, silfur dioksida atau kloroform, lalu dikeringkan dengan suhu dibawah 40oC. Kemudian hasilnya disimpan dalam tempat tertutup rapat dan diberi beberapa tetes kloroform.
Cantharides bersifat iritan dan dimanfatkan sebagai vesikan dan rubafasien. Jika digunakan secara internal, cantharides yang diekskresikan melalui ginjal akan mengiritasi saluran urin menyebabkan terjadinya priapisma. Efek ini dianggap sebagai afrodisiak tetapi pemakaian secara internal ini berbahaya. Cantharides digunakan secara topical untuk menghilangkan”warts”.
Psoralen
Psoralen adalah furokumarin fotosensitisasi yang terdapat pada famili tanaman Umbelliferae yang biasanya menyebabkan fototoksik. Methoksalen, 8-metoksi psoralen atau xanthotoksin berasal dari tanaman Ammi majus. Methoksalen dapat memfasilitasi repigmentasi pada vitiligo idiopatik dan penanggulangan psoriasis. Methoksalen dapat diberikan secara oral atau topikal. Selama terapi menggunakan methoksalen pasien harus menghindari paparan sinar matahari. Efek samping dari penggunaan methoksalen adalah karsinogenesis, katarak dan degenerasi kulit sehingga penggunaanya harus dibawah pengawasan spesialis.
GLIKOSIDA FENOL
Glikosida fenol adalah glikosida yang memiliki aglikon fenolik. Contoh dari glikosida fenol adalah arbutin dari tanaman uva ursi, chimaphila atau Ericaceae lainnya. Uva ursi adalah daun kering dari tanaman Arctostaphylos urva-ursi. Arbutin jika dihidrolisis akan menghasilkan hidrokuinon dan glukosa. Arbutin digunakan sebagai diuretik dan astringen
III. ALAT DAN BAHAN
BAHAN:
 Simplisia digitalis folium - Etanol
 Simplisia apii folium - Aquadest
 Timbal asetat - kloroform
 Isopropanol - Methanol
 Asam asetat anhidrat - Asam sulfat P
 Lempeng KLT silica gel GF254 - Asam formiat
 Benzena - Anisaldehid-asam sulfat
 Asam pelklorat - Asam sulfat
 Petroleum eter - Etil asetat
 Etil asetat - Asam klorida
 Serbuk zink - Besi (III) klorida
ALAT:
 Erlenmeyer
 Corong pisah
 Kertas saring
 Penangas air
 Cawan penguap
 Tabung reaksi
 Chamber KLT









IV. CARA KERJA
A. Penyiapan larutan percobaan untuk identifikasi glikosida.
1. 1,5 g serbuk simplisia disari dengan 15 ml campuran (7 bagian volume etanol 96% + 3 bagian volume air) maserasi selama 30 menit, aduk, saring.
2. Pada filtrate tambahkan 12,5 ml air dan 12,5 ml Pb(II)asetat 0,4 M. kocok, diamkan, lalu saring.
3. Sari filtrate 3x, tiap kali dengan 10 ml campuran (3 bagian volume kloroform P + 2 bagian volume isopropanol P).
4. Pada kumpulan sari, tambahkan Na2SO4 anhidrat P. Saring, uapkan pada suhu tidak lebih dari 500C. Larutkan sisa dengan 2 ml methanol P.

B. Uji Identifikasi Umum Terhadap Glikosida (libermann Burchard).
1. Uapkan 0,1 ml larutan percobaan diatas penangas air.
2. Larutkan sisanya dalam I ml asam asetat anhidrat P.
3. Tambahkan 10 tetes asam sulfat.
4. Jika terbentuk warna biru hijau maka simplisia mengandung glokosida.

C. Uji Identifikasi Glikosida Dengan Menggunakan Metode KLT.
1. Sari 300 ml serbuk simplisia dengan 5 ml methanol P selama 5 menit, saring.
2. Totolkan 20 µL filtrate pada lempeng KLT silica gel GF254 setebal 0,25 mm.
3. Elusi dengan campuran benzene P-etanol 95% (70:30) dengan jarak gambar 10 cm.
4. Semprot kromatogram pertama dengan anisaldehid-asam sulfat LP. Panaskan pada suhu 1100C selama 10 menit. Amati dengan sinar biasa dan UV 366 nm. Muncul bercak biri menandakan adanya glikosida.
5. Semprot kromatogram kedua dengan asam perklorat. Panaskan pada suhu 1100C selama 10 menit. Amati dengan sinar biasa dan UV 366 nm. Tidak adanya fluoresensi menandakan adanya glikosida.


D. Uji Identifikasi Terhadap Glikosida Jantung
1. Encerkan 0,1 ml larutan percobaaan A dengan 2,9 ml methanol, tambahkan baljet LP, terjadi warna jingga setelah beberapa menit, menunjukkan adanya glikosida dan aglikon kardenolida.
2. Uapkan 0,2 ml larutan percobaan diatas pengas air. Larutkan sisa dengan 3 ml asam asetat P dengan sedikit pemanasan, dinginkan. Teteskan besi(III) klorida 0,3 M, kemudian tambahkan hati-hati campuran 0,3 ml asam sufat P dan 1 tetes besi (III) klorida 0,3 M, terbentuk cincin berwarna merah pada batas cairan, setelah beberapa menit diatas cincinberwarna hijau biru, menujukkan adanya glokosida dan glokon 2 deoksigula.

E. Uji Identifikasi Glokosida Jantung Dengan Menggunakan Metode KLT.
1. Jenuhkan chamber dengan 20 ml eluen yang terdiri dari campuran etil asetat-metanol-air (100:13,5:10) v/v.
2. Buat larutan percobaan dengan cara menambahkan 3 ml campuran kloroform- methanol (1:1) v/v kedalam 200 mg simplisia. Aduk sambil dihangatkan diatas penangas air selama 10 menit. Dinginkan dan saring. Uapkan filtrate hingga kering. Larutka residu dalam 2 ml campuran kloroform- methanol (1:1) v/v untuk ditotolkan pada lempeng silica gel GF254 lalu diesulasi. Deteksi dengan vanillin-asam fosfat, dipanaskan.

F. Uji Identifikasi Glikosida Flavonoid
1. Buat larutan percobaan dengan cara menyari 1000 mg serbuk simplisia dengan 10 ml methanol selama 10 menit di atas penangas air, dicegah agar pelarut tidak terlalu banyak menguap, saring selagi panas menggunakan saring kecil berlipat. Tambahkan 5 ml petroleum eter, kocok hati-hati, setelah didiamkan beberapa saat, pisahkan fase methanol. Uapkan fase methanol hingga kering, dan residu yang tersisa dilarutkan dalam 5 ml etil asetat, ambil bagian yang jernih untuk percobaan.
2. Uji glikosida 3-flavonol. Ambil lariutan percobaan 1 ml, uapkan hingga kering, larutkan sisa dalam 2 ml etanol 95%, tambahkan serbuk Zn dan 2 ml HCl 2N, diamkan 1 menit. Tambahkan HCl P, jika dalam 2-5 menit terjadi perubahan warna menunjukan adanya glikosida 3 flavonol.
3. Uapkan 1 ml larutan percobaan hingga kering, larutkan sisanya dalam 2 ml etanol 95%. Tambahkan pereaksi berikut amati warna/endapan yang terjadi.
a. + larutan FeCl3 2% dalam air.
b. + larutan Pb asetat 25% dalam air.
c. + ammonia atau larutan NaOH 0,2 N.

G. Identifikasi Glikosida Flanonoid Dengan Metode KLT
1. Jenuhkan chamber dengan 20 ml eluen campuran etil asetat-asam formiat-air (10:2:3) v/v.
2. Buat laporan percobaan dengan cara menyari 200 mg simplisia dengan 5 ml methanol hangat selama 5 menit. Dinginkan saring. Langsung totolkan dan elusi.
3. Deteksi dengan cara dilihat dibawah UV-254 dan UV-366 sebelum sebelum dan sesudah diuapi ammonia.


















V. PEMBAHASAN
A. Penyiapan Larutan Percobaan Untuk Identifikasi Glikosida
Pada proses penyiapan larutan percobaan untuk uji identifikasi glikosida, praktikan tidak melakukan proses maserasi yang dibuat dari dari serbuk simplisia Apii Folium dan Digitalis Folium, hal ini tidak dilakukan karena maserat dari serbuk Apii Folium dan Digitalis Folium sudah terlebih dahulu disiapkan oleh staf dosen farmakognosi. Tujuan disiapkannya maserat agar pada praktikum selanjutnya yang dikerjakan oleh praktikan menjadi lebih efisien dan menunjukkan hasil yang signifikan karena yang dipakai yakni maserat yang sudah dibuat oleh tangan para ahli dan maserat memiliki tingkat kemurnian yang tinggi.
Hasil maserasi dari Apii Folium dan Digitalis Folium berwarna hijau pekat. Kemudian masing-masing maserat disaring dengan kertas saring yang sebelumnya dijenuhkan dulu dengan air agar memperlancar proses penyaringan. Filtrat yang dihasilkan berwarna hijau kekuningan (untuk Digitalis Folium). Pada filtrate ditambahkan 12,5 ml air dan 12,5 ml Pb (II) asetat 0,4 M, dikocok dan didiamkan beberapa menit, kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh dipindahkan ke dalam corong pisah, filtrate di sari sebanyak 3 kali dengan 10 ml campuran yang terdiri dari 6 ml kloroform P dan 4 ml isopropanol P, kemudian dikocok dengan hati-hati. Pada proses penggojogan filtrate dalam corong pisah, katup corong harus tetap terbuka agar proses penggojogan berjalan sempurna tetapi harus dijaga agar filtrate tidak tumpah keluar corong pisah. Fungsi penambahan campuran ini adalah untuk memisahkan endapan-endapan halus yang masih lewat dari hasil penyaringan. Setelah dikocok, akan terjadi dua fase yaitu fase yang lebih keruh berada pada bagian atas, dan fase bening pada bagian bawah. Fase bawah adalah fase klorofom dimana filtrate terlarut didalamnya. Berat jenis kloroform lebih besar dari berat jenis air. Kemudian fase ini dipisahkan dan sisanya kembali disari dengan campuran yang sama sampai 3 kali. Hasil penyarian pada tahap ini berwarna hijau.
Filtrat yang telah dihasilkan ditambahkan Na2SO4 anhidrat. Fungsi penambahan Na2SO4 anhidrat ini adalah untuk menarik molekul air yang terdapat dalam sari. Sari kemudian disaring dan filtratnya diuapkan pada suhu tidak lebih dari 500C. Fungsi penguapan ini adalah untuk menguapkan pelarut-pelarut yang digunakan dalam proses penyarian (kloroform,isopranol,etanol).
Larutan sisa yang telah diuapkan di atasa penangas air ditambahkan dengan 2 mL methanol P dan didapat hasilnya berupa larutan berwarna hijau dengan timbul endapan yang juga berwarna hijau.
Untuk maserat Apii Folium, langkah percobaan juga dilakukan sama halnya dengan Digitalis Folium dan hasil akhir yang didapatkan untuk Apii Folium adalah timbulnya endapan yang berwarna hijau dan larutan yang terbentuk menjadi berwarna hijau juga.

B. Uji Identifikasi Umum terhadap Glikosida (Liebermann-Burchard)
Percobaan uji identifikasi umum glikosida, sampel serbuk apii tidak menunjukkan hasil pisitif , yaitu terbentuknya warna biru hijau pada larutan, kemungkinan ini dikarenakan kurang sempurnanya proses pembuatan larutan.

C. Uji Identifikasi Glikosida Dengan Menggunakan Metode KLT
Uji ini tidak dilakukan.

D. Uji Identifikasi Terhadap Glikosida Jantung
Di dalam uji identifikasi glikosida jantung ada dua hal yang duji, uji tersebut yakni :
1. Uji yang pertama adalah uji adanya aglikon kardenolida. Uji ini dilakukan dengan mengencerka 0,1 ml larutan percobaan dengan 2,9 ml methanol dan ditambah beberapa tetes Baljet LP. Menurut pustaka, uji positif terhadap glikosida ditunjukkan dengan timbulnya warna jingga atau oranye. Untuk Digitalis Folium tidak terjadi warna jingga seteleh didiamkan selama beberapa menit. Untuk Apii Folium sama halnya dengan dengan Digitalis Folium yang menunjukkan tidak terjadinya warna jingga. Jadi, pada Digitalis Folium dan Apii Folium negatif terhadap uji adanya aglikon kardenolida.
2. Uji yang kedua adalah uji komponen glikon 2 dioksigula. Menurut pustaka, glikosida mengandung glikon 2-dioksigula akan menunjukkan terbentuknya cincin berwarna merah coklat pada batas cairan dan setelah beberapa menit di atas cincin berwarna hijau biru. Setelah dilakukan percobaan sesuai dengan prosedur maka diperoleh hasil larutan Digitalis folium menunjukkan hasil positif, karena telah terbentuk cincin berwarna coklat pada batas cairan, sedangkan untuk larutan Apii Folium menunjukkan hasil yang negatif karena tidak terbentuk cincin berwarna coklat merah pada batas cairan.

E. Uji Identifikasi Glikosida Jantung Dengan Menggunakan Metode KLT
Uji ini tidak dilakukan.

F. Uji Identifikasi Glikosida Flavonoid
1. Pembuatan larutan percobaan.
Percobaan ini diawali dengan pembuatan larutan percobaan dengan cara 1000 mg serbuk simplisia Apii Graveolus disari dengan 10 ml methanol selama 10 menit di atas penangas air. Selagi panas, disaring dengan menggunakan kertas saring berlipat, tujuan penyaringan pertama ini adalah untuk memisahkan serat-serat halus yang ada pada ekstraknya. Filtrat diencerkan dengan 10 ml air, kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambahkan petrolelum eter sebanyak 5 ml. Tujuan penambahan petroleum eter dalam corong pisah untuk memisahkan filtrate dengan metode ekstraksi cair-cair. Selanjutnya dalam corong pisah dilakukan penggojogan dengan hati-hati, didiamkan beberapa saat maka akan terbentuk dua fase yaitu fase atas berwarna bening yakni eter P dan fase bawah berwarna hijau muda yang merupakan fase etanol diuapkan hingga kering, diambil 1 mL dan dilarutkan dalm 5 mL eil asetat. Diambil bagian jernihnya untuk percobaan.
2. Uji Glikosida
Pengujian dengan beberapa Reagen seperti FeCl3, Pb asetat dan ammonia. Masing-masing simplisia dibagi 3 sama rata, dan selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Digitalis Folium setelah penambahan 2 tetes FeCl3 terjadi perubahan warna dari hijau muda menjadi kuning pucat. Digitalis folium setelah ditambahkan 3 tetes Pb Asetat dari hijau muda menjadi kuning. Digitalis Folium ditambahkan 3 tetes NaOH 0,2N dari hijau muda menjadi kuning.



KESIMPULAN
Komponen glikosida terdiri dari glikon dan aglikon, proses pembuatan larutan percobaan menunjukkan hasil dari pengujian glikosida.
Pada perobaan uji identifikasi umum glikosida, sampel serbuk apii tidak menunjukkan hasil pisitif , yaitu terbentuknya warna biru hijau pada larutan, kemungkinan ini dikarenakan kurang sempurnanya proses pembuatan larutan.
Pada percobaan uji identifikasi terhadap glikosida jantung, larutan serbuk digitalis folium belum menunjukkan hasil positif, karena hasil percobaan mengarah ke negatif, seharusnya terjadi warna jingga, akan tetapi yang terjadi ialah warna pucat putih.
Pada percobaan uji identifikasi terhadap glikosida jantung, larutan digitalis folium menunjukkan hasil positif, karena telah terbentuk warna coklat dibawah cairan, kemudian diatasnya terbentuk cincin berwarna hijau kebirun.








VI. DAFTAR PUSTAKA

2009. Penuntu Praktikum Farmakognosi Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana, jimbaran,Bali.
2009. Bahan Ajar Farmakognosi Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Udayana, jimbaran, Bali.
Ariasih ,dkk, 2009. Jurnal Praktikum Farmakognosi Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Udayana, jimbaran, Bali.
Anonym, 1995, Farmakope Indonesia Ed. IV, Depkes RI, Jakarta.
Dir, Jend. POM., Materia Medika, Jilid I, Depkes RI, Jakarta.

STANDARISASI DAN SPESIFIKASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK

BAB I
STANDARISASI DAN SPESIFIKASI
SIMPLISIA DAN EKSTRAK

1. Pengertian
Standarisasi adalah proses dalam menetapkan atau merumuskan dan merevisi standar yang dilaksanakan secara tertib.
Standar adalah sesuatu yang dibakukan dan disusun berdasarkan konsesus semua pihak terkait dengan memperhatikan syarat-syarat kesehatan, keamanan, keselamatan lingkungan, berdasarkan pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya
2. Standarisasi dalam penerapan teknologi
 Pre-Farm
 On-Farm
 Off-Farm
 Teknologi panca panen
 Teknologi ekstrak standar
 Teknologi pengujian khasiat dan toksisitas
 Teknologi produksi obet herbal
3. Standarisasi simplisia
Syarat yang harus dipenuhi antara lain kemurnian simplisia, tidak mengandung pestisida berbahaya, logam berat, dan senyawa toksik dan beberapa persyaratan lain dalam Farmakope Indonesia.
4. Standarisasi ekstrak
Kegunaan ekstrak obat terstandar antara lain memepertahankan konsistensi kandungan senyawa aktif batch yang diproduksi, pemekatan kandungan senyawa aktif pada ekstrak

Parameter yang ditetapkan dalam standarisasi ekstrak antara lain: parameter non spesifik dan parameter spesifik.
Parameter non spesifik yaitu susut pengeringan dan bobot jenis, kadar air, kadar abu, sisa pelarut, residu pestisida
Parameter spesifik yaitu identitas, organoleptik, senyawa terlarut pada pelarut polar dan non polar serta profil kromatografi.

5. Herbal terstandar dan fitofarmaka
Yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan mutu simplisisa adalah
a. Simplisis harus memenuhi persyaratan umum edisi terakhir dari buku-buku acuan yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI
b. Terdapat simplisia pembanding yang setiap periode harus diperbaharui.
c. Dilakukan pemeriksaan mutu fisi secara tepat.
d. Dilakukan pemeriksaan secara lengkap seperti pemeriksaan organolepti, makrokospis, mikrokospis, pemeriksaan fisika, kimiawi, kromatografi.
6. Parameter standarisasi
Parameter standarisasi antara lain:
• Organoleptik
Pemeriksaan meliputi warna, bau, dan rasa.
• Makrokospis
Pemeriksaan dengan dilihat secara langsung, dapat juga dengan bantuan kaca pembesar
• Mikrokosis
Pemeriksaan dengan melihat jaringan sel simplisia dibawah mikroskop
• Fluoresensi
Uji ini dapat dilakukan terhadap ekstrak, atau larutan yang dibuat dari simplisia
• Kelarutan
Dilakukan pada simplisia yang berupa eksudat tanaman
• Reaksi warna , pengendapan, dan reaksi lain
Pada reaksi warna dapat dilakukan pada simplisia yang telah diserbuk
Pada reaksi pengendapan dilakukan pada ekstrak larutan simplisia yang jernih.
• Kromatografi
Cara ini mempunyai kepekaan yang tinggi, cepat, sederhana dan murah.
• Penetapan kadar
Syarat untuk dapat diterapkannya pengujian yang berupa zat ini adalah telah diketahui secara pasti kadar minimal zat berkhasiat yang harus dikandung oleh simplisia
• Cemaran mikroba dan aflatoksin
Seperti Aspergillus flavus, merupakan mikroba jamur yang tidak berbahaya, tetapi metabolit aflatoksinnya menyebabkan keracunan.
• Cemaran logam berat
Seperti cemaran hydrogen sulfida tidak boleh melebihi batas logam berat pada monografi yang dinyatakan sebagai timbal





























BAB II
VARIABILITAS DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS BAHAN ALAM

1. Metabolit sekunder tidak mensuport tumbuhan tetapi lebih berpengaruh pada kepertahanan diri.
Contoh: terpen, alkaloid, glycoside,pigment, tanin.
2. Botanical drug: obat yang langsung dari tanaman atau simplisia
Drug from botanical: senyawa yang diambil dari tanaman
3. Faktor yang mempengaruhi metabolit sekunder
a. Genetic Factor
• Varietas tanaman, varietas tanaman dibukit berbeda dengan tanaman di denpasar
• Jenis tanaman (tanaman liar atau tanaman budidaya)
• Mutasi gen
b. Land Preparation
• Pemupukan organic/ anorganic
• Jarak tanam
c. Geofisika
• Temperatur
• Cahaya
• Hujan
• Ketinggian
• Angin
• Tanah; sifat fisika dan kimia tanah, ada atau tidaknya microbial tanah seperti Rhizobium, serta keberadaan pestisida.
• Nutrisi; seperti mineral tanah
d. Biotik
• Virus; karena terinfeksi virus , tanaman menghasilkan metabolit sekunder untuk mempertahankan diri
• Bakteri; sama seperti halnya jika terinfeksi virus, tanaman yang terserang bakteri juga akan menghasilkan metabolit sekunder untuk mempertahankan diri.
• Keberadaan serangga; telur serangga dapat menutupi daun, sehingga mengganggu jalannya proses respirasi dan fotosintesis
• Kerapatan tanaman
• Kompetisi dengan tanaman lain
4. Faktor Bahan Baku Simplisia
Tanaman obat atau sumber simplisia dapat berasal dari:
a. Tanaman Liar: merupakan tanaman yang diperoleh dari hutan, lahan liar, tanaman pagar, atau tanaman hias, jadi dapat juga merupakan tanaman yang ditanam dan dipelihara, tetapi tidak dengan tujuan untuk dijadikan sebagai bahan baku simplisia
b. Tanaman Budidaya: merupakan tanaman yang memang sengaja ditanam dan dibudidayakan untuk dijadikan sebagai bahan baku simplisia
5. Faktor Proses Pembuatan Simplisia
a) Pengumpulan bahan baku
Pengumpulan bahan baku dipengaruhi oleh waktu pengumpulan, dan juga teknik pengumpulan.
b) Sortasi basah
Sortasi basah memiliki tujuan untuk membersihkan dari benda-benda asing seperti tanah, kerikil, rumput, bagian tanamn lain dan bahan yang rusak.
c) Pencucian
Pencucian simplisia dengan menggunakan air, sebaiknya meperhatikan sumber air, agar diketahui sumber air tersebut mengalami pencemaran atau tidak.
d) Pengubahan bentuk
Pengubahan bentuk simplisa seperti perajangan, pengupasan, pemiprilan, pemecahan, penyerutan, pemotongan
e) Pengeringan
Pengeringan dilakukan sedapat mungkin tidak merusak kandungan senyawa katif dalam simplisia. Tujuan pengeringan yaitu agar simplisia awet, dan dapat digunakan dalam jangga waktu yang lama.
f) Sortasi kering
Pada sortasi kering, benda-benda asing yang masih tertinggal, dipisahkan, agar simplisia bersih sebelum dilakukan pengepakan
g) Pengepakan dan penyimpanan
Tujuan penyimpanan adalah untuk mencegah terjadinya penurunan mutu simplisia





























BAB III
FLAVONOID
1. Pengertian
Flavonoid merupakan senyawa fenolik
2. Sifat
• Mengalami perubahan warna jika direaksikan dengan basa
• Jarang berada dalam bentuk tunggal
• Flavonoid dalam bentuk glikosida dan aglikon polihidroksi bersifat polar
• Flavonoid dalam bentuk flavanoid polimetoksi bersifat nonpolar
3. Kegunaan
• Sebagai diuretic
• Antifertilitas yaitu butin
• Antispasmodik
• Antitumor
• Efek anti alergi dan antiinfeksi
Flavonoid terbentuk lewat jalur metabolisme asam asetat dan asam sikhimat.
Flavonoid terbentuk dari gabungan 3 unit asam asetat dan fenil propan.

4. Penggolongan:
1) Flavonoid
 Inti berupa cinicn piron.
 Substituen utama pada flavonoid adalah gugus O-H
 Substituen lain yang sering terikat pada struktur inti flavonoid adalah gugus metoksi, gugus metil, gula
 Kerangka substitusi yang diturunkan yaitu:
• Flavon
Berada dalam bentuk glikosida dialam
Contoh:
- apigenin pada daun seledri
- senyawa flavon pada wortel
- Luteolin pada daun seledri
• Flavonol
Mempunyai struktur seperti flavon, tetapi pada osisi C nomer 3 dari O inti piron terdapat gugus –OH.
• Xanthon
Contoh senyawa xhanton:
- Gentisin dari akar gentian memiliki aktivitas antimikroba
- Mangiferin, dalam bentuk glikosida pada spesies Hypericum, Swertia chirata.
• Flavanoid minor
Contohnya: chalkon, auron, flavonon, isoflavon.
Chalkon dan auron merupakan pigmen kuning pada compositae.
Isoflavon keberadaan nya sangat terbatas.
2) Flavanoid
o Pada struktur inti flavanoid terdapat inti berupa cincin piran.
o Flavanoid memiliki 2 golongan yaitu:
a. Katekin
 Memliki sifat
 larut dalam air, etanol, etil asetat, eter
 tidak larut dalam kloroform dan PE
 Apabila dipanaskan dengan asam akan muncul endapan merah coklat.
 Kegunaan: sebagai antidiare, menghambat efek kafein
b. Leukoantosian
 Sifat:
 larut dalam air, etanol, etil asetat
 Tidak larut dalam eter, kloroform, dan PE
3) Antosian
o Pada struktur inti terdapat inti berupa cincin pirinium.
o Merupakan pigmen warna, yang menyebabkan tumbuhan berwarna merah, ungu, biru, pada daun bunga.
o Apabila dihidrolisis dengan asam akan menghasilkan antosianidin
o Sifat:
 larut dalam air, etanol, dan pelarut beroksigen
 tidak stabil sebagai zat warna
 bila terdapat gugus o-OH dapat membentuk khelat dengan logam berat.

BAB IV
RESIN

1. Sifat Resin
a. Sifat Fisik
• Bobot jenisnya lebih besar dari air
• Berbentuk padatan keras dan setengah padat
• Jika terkena panas, resin menjadi lembek
b. Kelarutan dalam pelarut
• Tidak larut dalam air
• Larut dalam alcohol, eter,aseton, kloroform, larutan kloralhidrat, dan karbon disulfida.
c. Komposisi kimia
• Terdiri dari asam,ester, dan glikosida
• Tidak mengandung unsure N
• Dapat mengalami perubahan warna dan perubahan kelarutan
• Sangat mudah teroksidasi
2. Contoh Resin
a. Colorophony
• Tanaman penghasil: Pinus palustris, Pinus toeda, Pinus echinata, Pinus cubensis, Pinus cariboea
• Kandungan : abietic acid yang mempunyai isomer ,, dan 
• Kegunaan : sebagai stimulan dan diuretik
b. Bordeaux Turpentine
• Tanaman penghasil : Pinus maritima
• Kandungan : pimarinic, pimaric,  dan  pimarolic acid
• Kegunaan : -
c. Venice Turpentine
• Tanaman penghasil :Larix europoea
• Kandungan :  dan  larinolic acid
• Kegunaan : -
d. Sandarac
• Tanaman penghasil :Tetraclinis articulata
• Kandungan : pimaric acid, minyak atsiri
• Kegunaan : untuk cat terutama kayu-kayu dengan warna
terang
e. Guaicum Resin
• Tanaman penghasil : Guaiacum officinale dan Guaiacum sanctum.
• Kandungan :  dan  guaiaconic acid, guaiaretic acid, guaiaic
acid, vanillin, dan guaiac-saponin
• Kegunaan : sebagai stimulan local pada produk lozenges, dan
dalam pengobatan gout kronis dan reumatik.
f. Benzoin
• Tanaman penghasil : Styrax benzoin dan Styraxparalleloneurus
• Kandungan : asam sinamat, asam benzoat
• Kegunaan : sebagai carminativum, ekspektoran, antiseptik
g. Mastich
• Tanaman penghasil : Pistasia lentiscus
• Kandungan :  dan -masticonic acid, -masticoresene, -masticoresene
• Kegunaan : sebagai stimulan, dan digunakan dalam penyalutan tablet enterik
h. Shellac
• Tanaman penghasil : Tacchardia lacca
• Kandungan : -
• Kegunaan : sebagai penyalut enterik
i. Gum-Resin
• Tanaman penghasil : -
• Kandungan : minyak atsiri, glikosida, enzim
• Kegunaan :-
j. Myrrh
• Tanaman penghasil : Commiphora molmol
• Kandungan : terdiri dari campuran resin, minyak atsiri, gum
• Kegunaan : sebagai stimulan dan antiseptik pada mouthwash
k. Oleo-Resin
• Tanaman penghasil : Copaiba
• Kandungan : asam bonzoat, asam sinamat
• Kegunaan :-
l. Balsam Copaiba
• Tanaman penghasil : Copaifera lansdorfii
• Kandungan : -
• Kegunaan : sebagai desifektan, ekspektoran dan pengobatan bronchitis kronis, serta inflamasi pada uretra
m. Balsam Tolu
• Tanaman penghasil : Myroxylon balsamum
• Kandungan :mengandung resin, benzil benzoat,benzil sinamat, asam sinamat, vanilin
• Kegunaan :sebagai antiseptik, dan sebagai penambah rasa pada obat batuk
n. Balsam Peru
• Tanaman penghasil : Myroxylon pereiroe
• Kandungan : -
• Kegunaan : sebagai antiseptik, ekspektoran dan parasitisida misalnya scabies
















BAB V
PEPTIDA

1. Senyawa peptida mempunyai sifat fisika, kimia dan aktivitas farmakologi yang berbeda-beda.
2. Senyawa peptida yang memiliki bobot molekul rendah adalah
a. antibiotik dengan struktur polipeptida siklis seperti:
• Gramicidin
• Polymyxin
• Bacitracin
b. hormon peptida, seperti:
• oksitosin
• vasopressin
• glutation

3. Peptida disntesa dari C-terminal asam amino yang pertama dan N-terminal dari asam amino yang kedua.

Hormon peptida
4. Hormon peptida yang disekresikan oleh kelenjar pituitary anterior yaitu:
• LH dan FSH : bekerja pada gonad
• Prolaktin : mengontrol sekresi air susu
• ACTH : mengatur pelepasan glukokortikoid
• Growth hormon: bekerja pada tulang, otot dan liver.
5. Hormon peptida yang disekresikan oleh kelenjar pituitary posterior yaitu:
• ADH : berperan dalam menghambat diuresis, kekurangan hormon ini
mengakibat kan diabetes insipidus
• Oksitosin : untuk meningkatkan kontriksi pada uterus

6. Hormon peptida dihasilkan dari berbagai macam orgam seperti dalaam jantung dan pancreas.
7. Kelenjar pituitary diambil dari beberapa mamalia seperti sapi, dan domba
8. Insulin diperoleh dari kelenjar pancreas babi. Insulin merupakan hormon yang dapat mengontrol kadar gula dalam daah, yang penting dalam pengobatan diabetes mellitus.
































BAB VI
TANIN

Pengertian
Tannin adalah senyawa kompleks campuran polifenol yang sulit dipisahkan karena tidak dapat dikristalkan.
Klasifikasi
Tanin dibagi menjadi dua yaitu:
• Tanin terhidrolisi: bentuk esternya dapat dihidrolisi menjadi asam fenolat dan gula
• Tanin terkondensasi : tannin yang terdiri dari inti fenolik tetapi terkadang terikat karbohidrat atau protein.

Sifat
a. mengendapkan protein
b. tahan terhadap enzim proteolitik
c. menimbulkan efek astringen
d. dapat membentu antiseptik ringan
e. memilki efek homeostatik

Kegunaan
a. Sebagai astringen dalam saluran certa dan abrasi kulit
b. Dapat digunakan dalam pengobatan luka bakar
c. Dapat digunakan dalam penyamakan kulit hewan
d. Mengawetkan kulit hewan yang telah disamak
e. Digunakan untuk pengobatan digigit serangga.
f. Digunakan untuk pengobatan hemoroid.

Tanaman yang mengandung tannin
Hamamelis virgiana mengandung hamamelitanin, derivat asam galat, gula hexosa, minyak atsiri, asam galat, dan asam oksalo asetat.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008, “Buku Ajar Mata Kuliah Farmakognosi”, Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Udayana, Jimbaran
www.google.com
www.wikipedia.com

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI FARMASI

BAB I

1.1 TUJUAN PRAKTIKUM
Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu :
1. Mengenal dan mengidentifikasi beberapa macam haksel yang secara tradisional digunakan sebagai ramuan obat.
2. Melakukan identifikasi simplisia secara mikroskopik dan mengetahui ciri khas masing-masing simplisia tersebut.
1.2 DASAR TEORI
Haksel merupakan bagian-bagian tanaman seperti akar, batang, daun, bunga, biji dan lain-lain yang dikeringkan tetapi belum dalam bentuk serbuk. Sedangkan simplisia merupakan bahan alami yang digunakan sebagai obat dan belum mengalami proses perubahan apapun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang dikeringkan. Simplisia terbagi atas simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia mineral.
1. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia nabati paling banyak digunakan seperti rimpang temulawak yang dikeringkan bunga melati, daun seledri, biji kopi, buah adas
2. Simplisia hewani, yaitu simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni contohnya sirip ikan hiu dan madu
3. Simplisia pelikan (mineral), yaitu simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni. Contohnya Belerang dan kapur sirih.
Dari ketiga golongan tersebut, simplisia nabati merupakan jumlah terbanyak yang digunakan untuk bahan obat. Penyiapan simplisia nabati merupakan suatu proses memperoleh simplisia dari tanaman sumbernya di alam. Proses ini meliputi pengumpulan (collection), pemanenan (harvesting), pengeringan (drying), pemilihan (garbling), serta pengepakan, penyimpanan dan pengawetan (packaging, storage, and preservation).
Pemberian nama suatu simplisia umumnya ditetapkan dengan menyebutkan nama marga (genus), atau nama spesies (species) atau petunjuk jenis (specific epithet) dari tanaman asal, diikuti dengan nama bagian tanaman yang dipergunakan. Sebagai contoh : daun dewa dengan nama spesies Gynura procumbens, maka nama simplisianya disebut Gynurae Procumbensis Folium. Folium artinya daun. Namun tidak semua nama simplisia mengikuti aturan seperti diatas, misalnya :
- Guazuame Folium : nama genus dari Guazuma ulmifolia diikuti Folium
- Calami Rhizome : menunjukan penyebutan nama berdasarkan atas nama belakang dari spesies (Acorus calamus)
Nama Latin dari Bagian Tanaman yang digunakan dalam tatanama simplisia antara lain :
Nama latin Bagian tanaman
Amilum Pati
Bulbus Umbi lapis
Caulis Batang
Cortex Kulit kayu
Flos Bunga
Folia Daun
Folium Daun
Fructus Buah
Herba Seluruh tanaman
Lignum Kayu
Radix Akar
Rhizome Rimpang
Semen Biji
Thallus Bagian dari tanaman rendah
Tubera Umbi

Simplisia dapat diperoleh dari tanaman liar atau dari tanaman yang sengaja dibudidayakan/dikultur. Tanaman liar disini diartikan sebagai tanaman yang tumbuh dengan sendirinya di hutan-hutan atau di tempat lain di luar hutan atau tanaman yang sengaja ditanam tetapi bukan untuk tujuan memperoleh simplisia untuk obat (misalnya tanaman hias, tanaman pagar). Sedangkan tanaman kultur diartikan sebagai tanaman budidaya, yang ditanam secara sengaja untuk tujuan mendapatkan simplisia. Tanaman budidaya dapat berupa perkebunan luas, usaha pertanian kecil-kecilan atau berupa tanaman halaman dengan jenis tanaman yang sengaja ditanam untuk tujuan memperoleh simplisia tetapi juga berfungsi sebagai tanaman hias.
Dibandingkan dengan tanaman budidaya, tanaman liar sebagai sumber simplisia mempunyai beberapa kelemahan untuk dapat menghasilkan simplisia dengan mutu yang memenuhi standar tetap yang dikehendaki. Hal ini disebabkan karena :
a. Unsur tanaman pada waktu pengumpulan tanaman atau organ tanaman sulit atau tidak dapat ditentukan oleh pengumpul. Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia sering dipengaruhi oleh umur tanaman pada waktu pengumpulan simplisia yang bersangkutan. Ini berarti aktivitas biologis yang dikehendaki dari suatu simplisia sering berubah apabila umur tanamn dari suatu pengumpulan ke waktu pengumpulan lain tidak sama.
b. Jenis (spesies) tanaman yang dikehendaki sering tidak tetap dari satu waktu pengumpulan ke waktu pengumpulan berikutnya. Sering timbul kekeliruan akan jenis tanaman yang dikehendaki. Dua jenis tanaman dalam satu marga kadang mempunyai bentuk morfologi yang sama dari pengamatan seseorang (pengumpul) yang sering bukan seorang ahli / seorang yang berpengalaman dalam mengenal jenis tanaman yang dikehendaki sebagai sumber simplisia. Perbedaan jenis suatu tanaman akan berarti perbedaan kandungan senyawa aktif.
c. Perbedaan lingkungan tempat tumbuh jenis tanaman yang dikehendaki. Satu jenis tanaman liar sering tumbuh pada tempat tumbuh dan lingkungan yang berbeda (ketinggian, keadaan tanah, cuaca yang berbeda). Simplisia yang diperoleh dari satu jenis tanaman sama tetapi berasal dari dua lingkungan dapat mengandung senyawa aktif dominan yang berbeda. Misalnya tanaman D. Myoporoides di daerah Australia utara kandungan skopolamina yang dominan, sedangkan di Australia selatan kandungan hiosiamina yang dominan.
Jika simplisia diambil dari tanaman budidaya maka keseragaman umur, masa panen dan galur tanaman dapat dipantau. Namun tanaman budidaya juga ada kerugiannya. Pemeliharaan rutin menyebabkan tanaman menjadi manja, mudah terserang hama sehingga pemeliharaan ekstra diperlukan untuk mencegah serangan parasit. Penggunaan pestisida untuk ini membawa konsekuensi tercemarnya simplisia dengan residu pestisida (sehingga perlu pemeriksaan residu pestisida).
Identifikasi simplisia yang akan dilakukan secara :
• Organoleptik meliputi pengujian morfologi, yaitu berdasarkan warna, bau, dan rasa, dari simplisia tersebut.
• Makroskopik merupakan pengujian yang dilakukan dengan mata telanjang atau dengan bantuan kaca pembesar terhadap berbagai organ tanaman yang digunakan untuk simplisia.
• Mikroskopik, pada umumnya meliputi pemeriksaan irisan bahan atau serbuk dan pemeriksaan anatomi jaringan itu sendiri.
 Kandungan sel dapat langsung dilihat di bawah mikroskop atau dilakukan pewarnaan. Sedangkan untuk pemeriksaan anatomi jaringan dapat dilakukan setelah penetesan pelarut tertentu, seperti kloralhidrat yang berfungsi untuk menghilangkan kandungan sel seperti amilum dan protein sehingga akan dapat terlihat jelas di bawah mikroskop. Namun, untuk pemeriksaan amilum dilakukan dengan penetesan air saja.
Berikut adalah beberapa penjabaran dari tanaman yang digunakan untuk simplisisa pada praktikum ini:
1. Apii graveolens Folium






Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Sub Divisi : Magnoliopsida
Kelas : Apiales
Family : Apiaceae
Genus : Apium
Spesies : A. graveolens
Makroskopis:
Herba tegak, dapat tumbuh lebih dari dua tahun, daun berpangkal pada batang dekat tanah, bertangkai, dan di bagian bawah sering terdapat daun muda di kedua sisi tangkainya, helaian daun berbentuk lekuk tangan, tidak terlalu dalam, panjang 2-5 cm, lebar 1,5-3 cm, baunya sedap, khas. Batang kaku dan bersiku, berupa batang semu, tinggi tanaman mencapai 25-100 cm. Bunga tersusun majemuk, bertangkai pendek-pendek, bergerombol kecil, berwarna putih sampai hijau keputihan. Buah membulat, panjang 1-2 mm, berwarna coklat lemah sampai coklat kehijauan suram.
Mikroskopis:
Anatomi simplisia yang teramati oleh praktikan dibawah mikroskop adalah stomata dan kristak kalsium oksalat.
2. Caryophily Flos










Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnolipsida
Ordo : Myrtales
Family : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Spesies : S.aromaticum
Makroskopis:
Cengkeh (Syzygium aromaticum) termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat memiliki batang pohon besar dan berkayu keras, cengkeh mampu bertahan hidup puluhan bahkan sampai ratusan tahun , tingginya dapat mencapai 20 -30 meter dan cabang-cabangnya cukup lebat.
Mikroskopis:
Anatomi simplisia yang dapat diamati oleh praktikan adalah peristem sekunder, butir pati, endosperm, berkas pembuluh.

3. Chicona Cortex









Kingdom :
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Family : Rubiaceae
Genus : Chinchona
Spesies : Chinchona sp.
Makroskopis:
Letak daun berhadapan, bentuk bundar sungsang lonjong, panjang 8 –15cm, lebar 3 – 6cm, permukaan bagian bawah berbulu halus seperti beludru terutama pada daun yang masih muda, panjang tangkai 1 – 1.5cm. Bunga bentuk malai, berbulu halus, bunga mengumpul di setiap ujung perbungaan, kelopak bentuk tabung dan bergigi pada bagian atasnya. Buah berwarna kemerahan bila masak, bentuk seperti telur panjang 4mm. Tinggi pohon antara 4 – 10m, cabang bentuk segi empat, berbulu halus atau lokos. Daun elip sampai lanset, bagian pangkal lancip dan tirus, ujung daun lancip. Batang berkayu.

Mikroskopis:
Anatomi simplisia yang teramati oleh praktikan di bawah mikroskop antara lain adalah parenkim, sel gabus yang terlihat tangensial, butir pati lepas, dan hablur pasir



















BAB II

2.1 ALAT DAN BAHAN
a. ALAT :
1. Mikroskop
2. Lampu spiritus
3. Kaca pembesar
4. Gelas objek dan penutup gelas
5. Tissue / Lap

b. BAHAN :
1. Simplisia
2. Aquadestilata
3. Larutan Kloralhidrat
4. Spiritus bakar untuk lampu spiritus

2.2. PROSEDUR PERCOBAAN (PENYIAPAN PREPARAT)
1. Amilum
Dilihat dalam media air dengan pembesaran lemah (12,5 x 10) dan pembesaran kuat (12,5 x 40).
2. Radix, Rhizoma
Serbuk akar secukupnya ditempatkan di atas gelas objek ditambah beberapa tetes larutan kloralhidrat, dihangatkan di atas nyala lampu spiritus (jangan smapai mendidih). Tutup dengan gelas penutup. Setelah dingin dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran lemah dan bila perlu dilihat dengan pembesaran kuat.
3. Lignum, Cortex
Serbuk batang atau kulit batang secukupnya ditempatkan di atas gelas objek ditambah beberapa tetes larutan kloralhidrat, dihangatkan di atas nyala lampu spiritus (jangan smapai mendidih). Tutup dengan gelas penutup. Setelah dingin dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran lemah dan bila perlu dilihat dengan pembesaran kuat.
4. Folium, Herba
Serbuk daun secukupnya ditempatkan di atas gelas objek ditambah beberapa tetes larutan kloralhidrat, dihangatkan di atas nyala lampu spiritus (jangan smapai mendidih). Tutup dengan gelas penutup. Setelah dingin dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran lemah dan bila perlu dilihat dengan pembesaran kuat.
5. Flos, Fructus, Semen
Serbuk bunga, buah atau biji secukupnya ditempatkan di atas gelas objek ditambah beberapa tetes larutan kloralhidrat, dihangatkan di atas nyala lampu spiritus (jangan smapai mendidih). Tutup dengan gelas penutup. Setelah dingin dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran lemah dan bila perlu dilihat dengan pembesaran kuat.

DAFTAR SIMPLISIA
Bagian tanaman No. Nama Simplisia
Radix, Rhizoma, Tuber 1. C. xanthorhizza (Rhizoma (Rimpang Temulawak)
2. Curcuma domestica Rhizoma (Rimpang kunyit)
3. Languatis Rhizoma (Rimpang Lengkuas)
4. C.aeruginosae Rhizoma (Rimpang Temu Hitam)
5. Vetiveriae zizanioides Radix (Akar Wangi)
6. Zingiber officinalle (Rimpang Jahe)
7. Z. purpurea Rhizoma (Rimpang Bangle)
8. Mirabilis Tuber (Umbi Bunga Pukul Empat)
9. Kaemferiae Rhizoma (Rimpang Kencur)
10. Curcuma alba Rhizoma (Rimpang Kunyit Putih)
Lignum, Cortex 11. Caesalpinia Cortex (Kulit Kembang Merak)
12. Chinchona Cortex (Kulit Kina)
13. Alstoniae Cortex (Kulit Pule)
14. Sappan Lignum (Kulit Secang)
15. Tinosporae Caulis (Batang Brotowali)
16. Cinamommum burmannii Cortex (Kulit Kayu Manis)
17. Santali Lignum (Kayu Cendana)
Folium, Herba 18. Digitalis Folium (Daun digitalis)
19. Phylantii Herba (Herba Meniran)
20. Sonchi Folium (Daun Tempuyung)
21. Apii graveolens Folium (Daun Seledri)
22. Carica papaya Folium (Daun Pepaya)
23. Gynura Folium (Daun Dewa)
24. Andrographis paniculata Folium (Daun Sambiloto)
Flos, Fructus, Semen 25. Amomi Fructus (Buah Kapulaga)
26. Caryophylli Flos (Bunga Cengkeh)
27. Piperis albi Fructus (Buah lada putih)
28. Piperis nigri Fructus (Merica Hitam)
29. Coffea Semen (Biji Kopi)
30. Myristicae Semen (Biji Pala)
Amilum 31. Amilum oryzae
32. Amilum mannihot
33. Amilum maydis
34. Amilum metroxilon













BAB III
3.1 PEMBAHASAN
Pada praktikum haksel ini dilakukan pemeriksaan simplisia secara mikroskopik, organoleptis dan makroskopik pada 34 haksel dan serbuk simplisia. Pemeriksaan secara organoleptis dilakukan dengan mengamati warna, bau, dan rasa. Pemeriksaan secara mikroskopik dilakukan dengan melihat anatomi jaringan dari serbuk simplisia yang ditetesi larutan kloralhidrat kemudian dipanaskan di atas lampu spiritus (jangan sampai mendidih). Kemudian pengamatan dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran lemah dan perbesaran kuat. Sedangkan khusus untuk uji amilum hanya ditetesi dengan aquades. Hal ini disebabkan karena penetesan kloralhidrat pada amilum dapat menghilangkan butir-butir amilum. Kloralhidrat juga dapat digunakan untuk menghilangkan kandungan sel seperti protein. Sedangkan pemeriksaan secara makroskopik dilakukan dengan melihat simplisia dan serbuk simplisia secara langsung dengan mata telanjang, memperhatikan bentuk dari simplisia.
Namun terdapat beberapa kendala yang dihadapi pada pemeriksaan makroskopik dan organoleptis. Simplisia satu dengan yang lainnya memiliki bentuk, warna, dan bau yang hampir mirip pada sebagian besar simplisia. Sedangkan kendala pada pemeriksaan mikroskopis adalah pada saat pemanasan, terkadang kloralhidrat pada objek gelas mendidih, sehingga pada saat diamati dibawah mikroskop, objek menjadi tidak jelas. Kendala lain pada pemeriksaan mikroskopis adalah ketidaktelitian praktikan dalam menggunakan alat sehingga antara pengamatan simplisia satu dengan yang lainnya dapat tercampur dan dapat mempengaruhi pemeriksaan.
Tentunya banyak simplisia yang memiliki perbedaan yang jelas jika dibandingkan dengan simplisia yang lain. Hal ini disebabkan simplisia tersebut memiliki ciri khas yang diakibatkan oleh adanya perbedaan anatomi dan morfologi. Namun ciri khas tersebut dapat pula tidak nampak karena kesalahan dalam melakukan pemeriksaan dan penyimpnan simplisia yang relatif lama. Berikut ini merupakan penjabaran secara organoleptis, makroskopis, dan mikroskopis dari simplisia yang praktikan amati:
1. Curcuma xanthorhizza Rhizoma
a. Organolepis :
kuning muda-kecoklatan, bau sedikit menyengat, rasa pahit.
b. Makroskopik:
Kuning pucat pada bagian dalam, coklat muda pada bagian luar, bentuknya bulat dan agak besar.
c. Mikroskopik:
Ciri kas anatomi jaringan ini yaitu adanya serabut sklerenkim dan rambut penutup. Namun anatomi yang dapat diamati oleh praktikan meliputi serabut sklerenkim, rabut penutup,berkas pembuluh dan butir pati.
2. Curcuma domestica Rhizoma
a. Organolepis :
Warna oranye kekuningan, dengan bau khas aromatik dan rasa agak hambar.
b. Makroskopik:
Kuning (Oranye cerah) pada bagian dalam, coklat pucat pada bagian luar, bentuknya bulat agak lonjong.
c. Mikroskopik: Anatomi jaringan ini mempunyai ciri khas yaitu adanya parenkim, gumpalan sel, dan rambut penutup. Anatomi jaringan yang diamati praktikan meliputi pembuluh kayu, parenkim dan butir pati.
3. Languatis Rhizoma
a. Organolepis :
Warna kecoklatan, tidak berbau, rasanya hambar
b. Makroskopik:
Warnanya coklat muda , berbentuk agak lonjong
c. Mikroskopik:
Anatomi jaringan ini mempunyai ciri yaitu memiliki jaringan berkas pembuluh. Anatomi jaringan yang dapat diamati praktikan meliputi parenkim dengan butir pati, jaringan berkas pembuluh, dan butir pati
4. C.aeruginosae Rhizoma (Rimpang Temu Hitam)
a. Organolepis :
Warna kuning kecoklatan dengan bau aromatik dan rasa hambar
b. Makroskopik:
Warna kuning pucat pada bagian dalam dan berserat, coklat pucat pada bagian luar, bentuknya bulat agak lonjong.
c. Mikroskopik:
Anatomi jaringan ini yang dapat diamati yaitu butir pati, perisperm perifer, parenkim dengan butir pati.
5. Vetiveriae zizanioides Radix (Akar Wangi)
a. Organolepis :
Warna coklat muda, bau khas aromatik, rasa tidak berasa.
b. Makroskopik :
Akar berupa serabut kecil dan agak panjang berwarna coklat pucat kekuningan.
c. Mikroskopik :
Anatomi jaringan yang teramati yaitu parenkim, butir pati, parenkim sel minyak, dan serabut sklerenkim.
6. Zingiber officinalle (Rimpang Jahe)
a. Organolepis :
Warna coklat muda dengan bau aromatik dan rasa pedas.
b. Makroskopik:
Warna kuning pucat pada bagian dalam dan berserat, coklat pucat pada bagian luar, bentuknya bulat agak lonjong.
c. Mikroskopik:
Anatomi jaringan ini mempunyai ciri serabut, pembuluh kayu dan berkas pembuluh. Anatomi yang dapat diamati yaitu butir pati, serabut, parenkim dengan sel ekskresi, berkas pembuluh.
7. Z. purpurea Rhizoma (Rimpang Bangle)
a. Organolepis :
Warna kuning, bau aromatik, rasa tidak berasa.
b. Makroskopik:
Berbentuk seperti akar-akaran yang agak besar, berserat
c. Mikroskopik:
Anatomi jaringan yang dapat diamati meliputi pembuluh kayu, serabut xilem, dan putir pati.
8. Mirabilis Tuber (Umbi Bunga Pukul Empat)
a. Organolepis :
Warna coklat, tidak berbau, rasa asin
b. Makroskopik :
Umbi berwarna coklat pusat dan berserat.
c. Mikroskopik :
Anatomi jaringan yang teramati yaitu hablur kalsium oksalat bentuk jarum (khas), butir pati, dan parenkim
9. Kaemferiae Rhizoma (Rimpang Kencur)
a. Organolepis :
Warna coklat kemerahan, bau khas aromatik, rasa hambar
b. Makroskopik :
Rimpang bulat sembarang, kulit coklat dan bagian dalam berwarna putih pucat.
c. Mikroskopik :
Anatomi jaringan yang teramati yaitu pembuluh kayu dengan penebalan spiral, butir pati, parenkim dan sel minyak
10. Curcuma alba Rhizoma (Rimpang Kunyit Putih)
a. Organolepis :
Warna putih agak kecoklatan, bau khas, dan rasa agak asin.
b. Makroskopik :
potongan melintak berbentuk lingkaran yang berserabut.
c. Mikroskopik :
Anatomi jaringan yang teramati yaitu serabut sklerenkim, epidermis atas, butir pati.
11. Caesalpinia Cortex (Kulit Kembang Merak)
a. Organolepis :
Warna coklat muda, bau aromatik, tidakk berasa
b. Makroskopik:
Kulit kayu berwarna coklat muda dengan bintik hitam tersebar.
c. Mikroskopik:
Anatomi jaringan ini yang dapat diamati yaitu parenkim dengan kristal, hablur kalsium oksalat, parenkim korteks
12. Chinchona Cortex (Kulit Kina)
a. Organolepis :
Warna coklat kemerahan, bau khas agak menyengat, rasa pahit.
b. Makroskopik:
Kulit kayu berwarna merah berserat membujur.
c. Mikroskopik:
Anatomi jaringan ini mempunyai ciri khas serabut floem dan butir pati lepas. Anatomi yang dapat diamati praktikan yaitu parenkim, hablur pasir, gabus tangensial, dan butir pati lepas.
13. Alstoniae Cortex (Kulit Pule)
a. Organolepis :
Warna coklat kekuningan, berbau harum, dan rasanya pahit.
b. Makroskopik :
Kulit kayu berwarna coklat tua dan bergelombang (bagian luar), bagian dalam halus dan berwarna coklat muda.
c. Mikroskopik :
Anatomi jaringan yang teramati yaitu serabut, sel batu, hablur kalsium olsalat, jaringan gabus dan butir pati.
14. Sappan Lignum (Kulit Secang)
a. Organolepis :
Warna coklat muda, bau khas, rasa agak hambar.
b. Makroskopik :
Batangnya berwarna coklat-oranye berserat.
c. Mikroskopik :
Anatomi jaringan yang teramati yaitu serabut xilem, serabut pembuluh kayu.
15. Tinosporae Caulis (Batang Brotowali)
a. Organolepis :
Warna coklat, bau aromatis, rasa sangat pahit.
b. Makroskopik :
Batang berwarna coklat keputihan agak pucat dan terdapat tonjolan kehitaman.
c. Mikroskopik :
Anatomi jaringan yang teramati yaitu parenkim, serabut, pembuluh kayu bernoktah, hablur kalsium oksalat
16. Cinamommum burmannii Cortex (Kulit Kayu Manis)
a. Organolepis :
Warna coklat kemerahan, bau khas aromatik, rasa agak manis, rasa tidak berasa
b. Makroskopik :
Kulit kayu berwarna coklat kemerahan dan biasanya menggulung.
c. Mikroskopik :
Anatomi jaringan yang teramati yaitu sel batu, serabut sklerenkim dan sel hablur kalsium oksalat
17. Santali Lignum (Kayu Cendana)
a. Organolepis :
Warna coklat keoranyean, bau aromatik, rasa tidak berasa
b. Makroskopik :
Batang berkayu kecoklatan
c. Mikroskopik :
Anatomi jaringan yang teramati yaitu serabut, hablur kalsium oksalat, seludang hablur kalsium oksalat.
18. Digitalis Folium (Daun digitalis)
a. Organolepis :
Warna hijau kehitaman, bau aromatik, rasa pahit
b. Makroskopik :
Daun coklat kehijauan, berserat kasar.
c. Mikroskopik :
Anatomi jaringan yang teramati yaitu trikoma dan glandular tricoma yang merupakan ciri khas dari simplisia ini.
19. Phylantii Herba (Herba Meniran)
a. Organolepis :
Warna coklat kehijauan, tidak berbau, rasa tidak berasa.
b. Makroskopik:
Batang kecil coklat muda dengan daun kecil coklat kehijauan,.
c. Mikroskopik:
Anatomi jaringan ini mempunyai ciri fragmen mesofil dan fragmen kulit biji. Anatomi yang dapat diamati oleh praktikan yaitu hablur kalsium oksalat, fragmen kulit buah, fragmen kulit biji
20. Sonchi Folium (Daun Tempuyung)
a. Organolepis :
Warna coklat kehijauan, berbau lemah, dan tidak berasa
b. Makroskopik :
Daun hijau tua, tulang daun menyirip, tepi daun bergerigi dan kasar.
c. Mikroskopik :
Anatomi jaringan yang teramati yaitu berkas pembuluh dan rambut penutup. Jika diamati dari gambar, berkas pembuluhnya mirip per. Hal inilah yang menjadikan berkas pembuluhnya merupakan ciri khas dari simplisia ini. Anatomi yang dapat diamati praktikan yaitu pembuluh dan epidermis atas.
21. Apii graveolens Folium (Daun Seledri)
a. Organolepis :
Warna coklat kehijauan , bau aromatik, dan rasa asin sedikit pedas, lama – lama timbul rasa tebal di lidah.
b. Makroskopik :
Daun coklat kehijauan, berbentuk seperti kipas dan tepi daun bergerigi.
c. Mikroskopik :
Anatomi jaringan yang teramati yaitu stomata, kristal kalsium oksalat, fragmen xilem dengan floem dan dengan penebalan cincin.
22. Carica papaya Folium (Daun Pepaya)
a. Organolepis :
Warna hijau tua, bau aromatik, rasa agak pahit.
b. Makroskopik :
Daun berwarna hijau tua dengan tulang daun menjari.
c. Mikroskopik :
Anatomi jaringan yang teramati yaitu epidermis atas, hablur kalsium oksalat, fragmen mesofil.
23. Gynura Folium (Daun Dewa)
a. Organolepis :
Warna hijau-coklat, bau khas aromatik, rasa tidak berasa
b. Makroskopik :
Daun berwarna hijau-kehitaman, lonjong dan permukaan berbulu.
c. Mikroskopik :
Anatomi jaringan yang teramati yaitu rambut penutup,jaringan bunga karang, dan epidermis bawah
24. Andrographis paniculata Folium (Daun Sambiloto)
a. Organolepis :
Warna coklat kehijauan, bau agak menyengat, rasa sangat pahit.
b. Makroskopik :
Daun kecil berwarna hijau tua berserat.
c. Mikroskopik :
Anatomi jaringan yang teramati yaitu sistolit, fragmen epidermis, fragmen epidermis bawah, fragmen kulit buah.
25. Amomi Fructus (Buah Kapulaga)
a. Organolepis :
Warna putih abu kecoklatan, bau aromatik, rasa agak pedas.
b. Makroskopik :
Buahnya bulat, terdapat tonjolan garis membujur berwarna putih mengelilingi buah.
c. Mikroskopik :
Anatomi jaringan yang teramati yaitu epidermis luar tangensial, perikarp, hablur kalsium oksalat, dan endosperm
26. Caryophylli Flos (Bunga Cengkeh)
a. Organolepis :
Warna coklat muda, bau khas aromatik, rasa tidak berasa.
b. Makroskopik :
Bunga berbentuk silinder dengan ujung tajam, dan ujung yang lain, terdapat kelopak, berwarna coklat tua.
c. Mikroskopik :
Anatomi jaringan yang teramati yaitu serabut sklerenkim, calsium oksalat, sel batu dan sklereida
27. Piperis albi Fructus (Buah lada putih)
a. Organolepis :
Warna putih, bau khas, rasa pedas.
b. Makroskopik :
Bulat kecil berwarna putih
c. Mikroskopik :
Anatomi jaringan yang teramati yaitu kelompok sel batu, fragmen perisperm, butir pati.
28. Piperis nigri Fructus (Merica Hitam)
a. Organolepis :
Warna hitam, bau khas, dan rasanya pedas
b. Makroskopik :
Bulat kecil berwarna hitam
c. Mikroskopik :
Anatomi jaringan yang teramati yaitu jafragmen perisperm, fragmen mesokarp, butir pati.
29. Coffea Semen (Biji Kopi)
a. Organolepis :
Warna coklat tua-hitam, bau harum khas aromatik, rasa pahit.
b. Makroskopik :
biji bulat lonjong, berbentuk bulir, berwarna coklat kehitaman, bagian tengah terdapat belahan.
c. Mikroskopik :
Anatomi jaringan yang teramati yaitu sel batu, perisperm, vakuola.
30. Myristicae Semen (Biji Pala)
a. Organolepis :
Warna coklat muda, bau khas aromatik, rasa tidak berasa
b. Makroskopik :
Biji bulat lonjong, berwarna coklat muda bergelombang
c. Mikroskopik :
Anatomi jaringan yang teramati yaitu peristem sekunder, butir pati, endosperm, berkas pembuluh.
31. Amilum oryzae
a. Organolepis :
Warna putih, tidak berbau, tidak berasa
b. Makroskopik :
Hablur putih
c. Mikroskopik :
Anatomi jaringan yang teramati yaitu butir pati menggerombol.
32. Amilum mannihot
a. Organolepis :
Warna putih , tidak berbau, tidak berasa.
b. Makroskopik :
Habur putih.
c. Mikroskopik :
Anatomi jaringan yang teramati yaitu butir pati sebagian besar tunggal, ada yang bergerombol dua atau tiga, hilus terlihat dan berbentuk lamda
33. Amilum maydis
a. Organolepis :
Warna putih , tak berbau, tek berasa.
b. Makroskopik :
Habur putih.
c. Mikroskopik :
Anatomi jaringan yang teramati yaitu butir pati ada yang bergerombol, ada yang tunggal, hilus terlihat.
34. Amilum metroxilon
a. Organolepis :
Warna putih, tak berbau, tak berasa.
b. Makroskopik :
Hablur putih
c. Mikroskopik :
Anatomi jaringan yang teramati yaitu butir pati tunggal, ada hilus dan lamela.

3.2 KESIMPULAN
1. Praktikum haksel dan pemeriksaan simplisia dilakukan pemeriksaan secara organoleptis, makroskopik dan mikroskopik.
2. Pemeriksaan secara organoleptik meliputi pengujian morfologi, yaitu berdasarkan warna, bau dan rasa.
3. Pemeriksaan secara makroskopik pengujian dilakukan dengan mata telanjang atau dapat juga dengan bantuan kaca pembesar terhadap berbagai organ tanaman yang digunakan sebagai simplisia.
4. Pemeriksaan secara mikroskopik dilakukan dengan melihat anatomi jaringan dari serbuk simplisia di bawah mikroskop dengan perbesaran lemah (12,5 x 10) dan perbesaran kuat (12,5 x 40).
5. Tujuan dari penambahan larutan kloralhidrat adalah untuk menghilangkan kandungan sel seperti amilum dan protein sehingga dapat terlihat jelas di bawah mikroskop.
6. Tujuan serbuk simplisia yang ditetesi oleh larutan kloralhidrat, dihangatkan di atas spiritus menyala adalah agar kloralhidrat sedikit menguap karena pemanasan, sehingga simplisia dapat menempel sempurna pada objek glass. Pemanasan juga dapat membuat isi sel seperti amilum rusak.
7. Tidak semua simplisia mempunyai ciri khas yang membedakan simplisia dengan simplisia lainnya.
8. Pada pemeriksaan simplisia dan serbuk hanya beberapa simplisia berhasil dikerjakan dengan baik, disebabkan kesalahan praktikan saat mengerjakan penyiapan preparat simplisia,keterbatasan waktu yang disediakan, atau dapat juga dikarenakan bahan simplisia yang terlalu lama disimpan,

DAFTAR PUSTAKA


Anonim, 1975. Materia Medika Indonesia, Jilid I, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Anonim, 1977. Materia Medika Indonesia, Jilid II, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Anonim, 1979. Materia Medika Indonesia, Jilid III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Anonim, 1979. Materia Medika Indonesia, Jilid IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Anonim, 1979. Materia Medika Indonesia, Jilid V, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Anonim, 1979. Materia Medika Indonesia, Jilid VI, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Anonim, 2008, “Buku Ajar Mata Kuliah Farmakognosi”, Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Udayana, Jimbaran
Tim Penyusun, 2008, “Petunjuk Praktikum Farmakognosi”, Laboratorium Farmakognosi Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Udayana, Jimbaran

IDENTIFIKASI ALKALOID

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 TUJUAN PRAKTIKUM
1. Sebelum melakukan praktikum ini, mahasiswa diharapkan telah mengerti tentang apa yang dimaksud dengan alkaloid dan penggolongannya.
2. Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa diharapkan dapat mengetahui identifikasi alkaloid secara kimia dan kromatografi, serta cara penyarian alkaloid.

I.2 DASAR TEORI
I.2.1 Pengertian Alkaloid
Kata alkaloid pertama kali diperkenalkan oleh W. Meisner pada awal abad 19 untuk senyawa bahan alam yang bereaksi seperti basa. Alkaloid adalah senyawa nitrogen organik, lazimnya bagian cincin heterosiklik, bersufat basa, sering bersifat optis aktif dan kebanyakan berbentuk kristal. (Tim Penyusun Penuntun Praktikum Farmakognosi. 2009).
Alkaloid dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Alkaloid sejati
Alkaloid sejati adalah senyawa yang mengandung nitrogen pada struktur heterosiklik, struktur kompleks, distribusi terbatas yang menurut beberapa ahli hanya ada pada tumbuhan. Alkaloid sejati ditemukan dalam bentuk garamnya dan dibentuk dari asam amino sebagai bahan dasar biosintesis.
2. Pseudoalkaloid
Pseudoalkaloid memiliki sifat seperti alkaloid sejati tetapi tidak diturunkan dari asam amino. Contoh : isoprenoid, terpenoid (coniin), dan alkaloid steroidal (paravallarine).

3. Protoalkaloid
Protoalkaloid adalah senyawa amin sederhana dengan nitrogen tidak berada pada cincin heterosiklik. Contoh : mescaline, betanin, dan serotonin.
(Swastini, Dewa Ayu.2007).

Fungsi alkaloid dalam tanaman saat ini belum diketahui dengan jelas. Ada beberapa dugaan fungsi alkaloid, yaitu sebagai metabolit sekunder yang berguna melindungi tanaman dari predator, sebagai metabolit akhir yaitu limbah yang tidak berfungsi sebagai substansi simpanan atau sebagai regulator pertumbuhan. Alkaloid banyak dimanfaatkan oleh manusia karena memiliki efek farmakologi, diantaranya :
• Depresan saraf pusat, yaitu morfin dan skopolamin
• Simulan saraf pusat, yaitu strihnin dan kafein
• Simpatomimetik, yaitu efedrin
• Simpatolitik, yaitu yohimbin dan alkaloid ergot
• Parasimpatomimetik, yaitu eserin dan pilokarpin
• Antikolinergik, yaitu atoprin dan hiosiamin
• Ganglioplegik, yaitu spartein dan nikotin
• Anestesi lokal, yaitu kokain
• Mengobati fibrilasi, yaitu quinidin
• Antitumor, yaitu vinblastin dan eliptisin
• Antibakteri, yaitu berberin
• Amoebasida, yaitu emetin

Selain pada tumbuhan, alkaloid juga ditemukan pada bakteri seperti pyosianin yang dihasilkan oleh Pseudomonas aeruginosa. Sementara pada fungi, terdapat alkaloid psilosin dari jamur halusinogen dan ergomin dari Claviceps sp.
Alkaloid jarang ditemukan pada gymnospermae atau pteridophyta. Alkaloid banyak ditemukan pada angiospermae (10-15%). Pada tanaman monokotil, alkaloid dapat ditemukan pada tanaman dari famili Amaryllidaceae dan Liliaceae. Pada tanaman dikotil, alkaloid dapat ditemukan pada famili Annonaceae, Apocynaceae, Fumariaceae, Lauraceae, Loganiceae, Magnoliaceae, Menispermaceae, Papaveraceae, Ranunculaceae, Rubiaceae, Rutaceae, dan Solanaceae.
Alkaloid juga ditemukan pada beberapa binatang, dalam beberapa kasus karena hewan tersebut mengkonsumsi tanaman yang mengandung alkaloid, misalnya castoramin dari lili air yang ditemukan pada berang-berang. Alkaloid sebagai produk metabolisme pada hewan seperti pada salamander atau amfibi seperti bufo, phyllobates, dan dendrobates. Alkaloid sebagai sekret dari kelenjar eksokrin banyak ditemukan pada arthropoda seperti Hymenoptera, Neuroptera, Miriapoda, dan Coleoptera.
Pada tanaman, alkaloid ditemukan dalam bentuk garam larut air seperti sitrat, malat, mekonat, tartrat, isobutirat, benzoat, atau kadang-kadang kombinasi dengan tanin. Secara mikrokimia, ditemukan bahwa alkaloid banyak ditemukan pada jaringan perifer dari batang atau akar. Alkaloid disintesis padatempat yang spesifik seperti pada akar yang sedang tumbuh, kloroplas, dan sel laktiferus.
(Swastini, Dewa Ayu.2007).

Penggolongan alkaloid berdasarkan struktur cincin atau inti yang dimiliki, yaitu :



1. Alkaloid Piridin-Piperidin
Pada proses reduksi, basa tersier piridin dikonversi menjadi basa piperidin. Alkaloid dengan struktur inti dari kelompok ini terbagi menjadi 3 sub kelompok, yaitu :
 Derivat piperidin, contohnya lobelin dan lobelia
 Derivat asam nikotinat, contohnya arekolin dari areca
 Derivat piridin dan piperidin, contohnya nikotin dari tembakau
Contoh dari alkaloid ini adalah nikotin dari tembakau, areca dari tanaman areca catechu, dan lobelia dari tanaman lobelia inflata.

2. Alkaloid Tropan
Alkaloid tropan memiliki struktur inti bisiklik, mengandung nitrogen yaitu azabisiklo [3,2,1] oktan atau 8-metil-8-azabisiklo [3,2,1] oktan. Alkaloid tropan ditemukan pada angiospermae, yaitu famili Solanaceae (Atropa, Brugmansia, Datura, Scopolia, Physalis), Erythroxylaceae (Erythroxylem), Proteaceae (Belladena dan Darlingia) dan Convoovulaceae (Convovulus dan Calystegia). Alkaloid tropan secara sporadis ditemukan pada tanaman Bruguiera, Phyllanthus, dan Cochlearia. Karakter alkaloid yang mengandung inti tropan adalah jika direaksikan dengan asam nitrat, kemudian residunya dilarutkan dalam aseton maka akan muncul warna ungu gelap. Hal ini disebabkan karena munculnya larutan etanol dalam KOH ( Reaksi Vitalli Morin). Contoh alkaloid tropan adalah dihasilkan oleh Atropa belladone dan kokain yang dihasilkan oleh Erythroxylem coca.

3. Alkaloid Quinolin
Alkaloid yang memiliki struktur inti quinolin dihasilkan dari tanaman cinchona (kina). Alkaloid yang tergolong quinolin diantaranya quinin, quinidin, cinchonin, dan cinchonidin. Alkaloid cinchona saat ini merupakan satu-satunya kelompok alkaloid quinolin yang memiliki efek terapeutik. Cinchonin yang merupakan isomer dari cinchonidin merupakan ”alkaloid orang tua” dari semua seri alkaloid quinin. Quinin dan isomernya yaitu quinidin merupakan 6-metoksicinchonin.

4. Alkaloid Isoquinolin
Obat-obat penting yang berasal dari alkaloid isoquinolin adalah ipekak, emetin, hidrastin, sanguinaria, kurare, tubokurarin, berberin, dan opium. Meskipun alkaloid isoquinolin memiliki struktur yang kompleks tetapi biosintetsisnya sangat sederhana. Alkaloid isoquinolin merupakan hasil kondensasi derivat feniletilamin dengan derivat fenilasetaldehid dimana kedua senyawa ini merupakan derivat dari fenilalanin dan tirosin.

5. Alkaloid Indol
Obat-obat penting yang mengandung gugus indol adalah rauwolfia (reserpin), catharanthus atau vinca (vinblastin dan vincristin ), nux vomica (strihnin dan brusin), physostigma (fisostigmin), dan ergot (ergotamin dan ergonovin). Terdapat tiga kerangka monoterpenoid yang membentuk kompleks indol yaitu kerangka tipe Aspidosperma, Corynanthe, dan Iboga. Penamaan tipe kerangka ini berdasarkan tanaman yang banyak mengandung alkaloid dengan inti monoterpen.


6. Alkaloid Imidazol
Cincin imidazol (glioxalin) adalah cincin utama dari pilokarpin yang dihasilkan oleh tanaman Pilocarpus jaborandi. Pilokarpin adalah basa tersier yang mengandung gugus lakton dan imidazol. Ditinjau dari strukturnya, alkaloid ini mungkin dibentuk dari histidin atau suatu metabolit yang ekivalen.

7. Alkaloid steroid
Alkaloid steroid dikarakterisasi dengan adanya inti siklopentanofenantren. Alkaloid ini biasanya dibentuk dari kolesterol dan memiliki prekursor yang sama dengan kolesterol. Alkaloid steroid yang penting adalah veratrum.

8. Alkaloid Amin
Alkaloid dalam kelompok ini tidak memiliki atom nitrogen dalam cincin heterosiklik. Kebanyakan merupakan derivat dari feniletilamin dan asam amino umum seperti fenilalanin dan tirosin. Contoh alkaloid ini adalah efedrin dan kolkisin.

9. Basa Purin
Purin adalah inti heterosiklik yang mengandung anggota 6 cincin pirimidin yang bergabung dengan anggota 5 cincin imidazol. Purin sendiri tidak ada di alam tetapi derivatnya signifikan secara biologis. Alkaloid basa purin yang penting adalah kafein, teobromin, dan teofilin.
(Swastini, Dewa Ayu.2007).

1.2.2 Identifikasi Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi adalah cara pemisahan zat berkhasiat dan zat lain yang ada dalam sediaan, dengan jalan penyarian berfraksi, atau penyerapan, atau penukaran ion pada zat padat berpori, menggunakan cairan atau gas yang mengalir. Zat yang diperoleh dapat digunakan untuk percobaan identifikasi atau penetapan kadar. Kromatografi yang sering digunakan adalah kromatografi kolom, kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, dan kromatografi gas. Sebagai bahan penyerap selain kertas digunakan juga zat penyerap berpori, misalnya aluminiumoksida yang diaktifkan, asam silikat atau silika gel kiselgur dan harsa sintetik. Bahan tersebut dapat digunakan sebagai penyerap tunggal atau campurannya atau sebagai penyangga bahan lain. Kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis umumnya lebih berguna untuk percobaan identifikais karena cara ini khas dan mudah dilakukan untuk zat dengan jumLah sedikit. Kromatografi gas memerlikan alat yang lebih rumit, tetapi cara tersebut sangat berguan untuk percobaan identifikasi dan penetapan kadar. (Materia Medika Indonesia Jilid V, hal 523)

1. Kromatografi Kolom
Kromatografi Penyerapan
Zat penyerap ( misalnya aluminium oksida yang telah diaktifakan, silika gel, kiselgut terkalsinasi, dan kiselgur kromatografi murni ) dalam keadaan kering atau setelah dicampur dengan sejumLah cairan dimapatkan kedalam tabung kaca atau tabung kuarsa denan ukuran tertentu dan mempunyai lubang pengalir keluar dengan ukuran tertentu.
SejumLah sediaan yang diperiksa dilarutkan dalam sedikit pelarut ditambahkan pada puncak kolom dan dibiarkan mengalir dalam zat penyerap. Zat berkhasiat diserap dari larutan oleh bahan penyerap secara sempurna berupa pita sempit pada puncak kolom. Dengan mengalirkan pelarut lebih lanjut, dengan atau tanpa tekanan udara, masing-masing zat bergerak turun dengan kecepatan khas hingga terjadi pemisahan dalam kolom yang disebut kromatogram. Kecepatan bergerak zat dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya daya serap zat penyerap, sifat pelarut dan suhu dari sistem komatografi.

Kromatografi Pembagian
Pada kromatografi pembagian, zat yang harus dipisahkan terbagia atas dua cairan yang tidak bercampur. Salah satu cairannya yaitu fase tidak gerak atau fase yang lebih polar biasanya diserap oleh zat penyerap padat, karena itu memberikan daerah permukaan yang sangat luas keada pelarut yang mengalir atau fase gerak atau fase yang kurang polar dan menghasilkan pemisahan yang baik yang tidak dapat dicapai pada pengocokan. Kromatografi pembagian dilakuakn dengan cara mirip dengan kromatografi penyerapan. Dalam hal tertentu lebih baik zat yang diperiksa yang telah dilarutkan dalam fase tidak bergerak ditambahkan pada sedikit zat penyerap, kemudian campuran ini dipindahkan pada puncak kolom. (Materia Medika Indonesia Jilid V, hal 523).

2. Kromatografi Kertas
Pada kromatografi kertas sebagai penyerap digunakan sehelai kertas dengan susunan serabut atau tebal yang cocok. Pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut tunggal dengan proses yang analog dengan kromatografi penyerapan atau menggunakan dua pelarut yang tidak dapat bercampur dengan proses analaog dengan kromatografi pembagian. Pada kromatografi pembagian fase bergerak merambat perlahan-lahan melalui fase tidak bergerak yang membungkus serabut kertas atau yang membentuk kompleks dengan serabut kertas. Perbandingan jarak perambatan suatu zat terhadap jarak perambatan fase bergerak dihitung dari titik penetesan larutan zat dinyatakan sebagai Rf zat tersebut. Perbandingan jarak perambatan suatu zat dengan jarak perambatan zat pembanding kimia dinyatakan sebagai Rr. Letak bercak yang diperoleh dari zat yang dikromatografi dapat ditetapkan dengan cara berikut :
a. Pengamaatan langsung, jika tampak dengan cahaya biasa atau dengan sinar ultra violet
b. Pengamatan dengan cahaya biasa atau dengan sinar ultraviolet setelah kertas disemprot dengan pereaksi yang dapat memberikan warna pada bercak.
c. menggunakan pencacah geiger-muler atau otora diografik jika ada zat radioaktif.
d. menempatkan pita atau potongan kertas pada medium perbiakan yang telah ditanami untuk melihat hasil stimulasi atau pertumbuahan bakteri.
Alat yang digunakan berupa bejana kromatogarfi raltahan korosi , bak pelarut, batang kaca anti sifon dan kertas kromatografi. (Materia Medika Indonesia Jilid V, hal 525).

3. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis digunakan untuk pemisahan zat secara cepat dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba rata pada lempeng kaca. Lempeng yang dilapis, dapat dianggap sebagai kolom kromatografi terbuka dan pemisahan didasarkan pada penyerapan pembagian atau gabungannya tergantung dari jenis zat penyerap pembagian atau gabungannya tergantung dari jenis zat penyerap dan cara pembuatan lapisan zat penyerap dan jenis pelarut. KLT dengan penyerap penukar ion dapat digunakan untuk pemisahan senyawa polar. Harga Rf yang diperoleh pada KLT tidak tetap jika dibandingkan dengan yang diperoleh pada kromatografi kertas karena itu pada lempeng yang sama disamping kromatogram dari zat yang diperiksa perlu dibuat kromatogram dari zat pembanding kimia lebih baik dengan kadar yang berbeda-beda. Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan 2 bercak dengan harga Rf dan ukuran yang lebih kurang sama. Ukuran dan intensitas bercak dapat digunakan untuk memperkirakan kadar. Penetapan kadar yang lebih teliti dapat digunakan dengan cara densito metri atau dengan mengambil bercak dengan hati-hati dari lempeng, kemudian disari dengan pelarut yang cocok, dan ditetapkan dengan cara spektrofotometri. Pada KLT 2 dimensi lempeng yang telah dievaluasi diputar 900 dan dievaluasi lagi umumnya menggunakan bejana lain yang berisi pelarut lain. Alat yang digunakan adalah lempeng kaca, baki lempeng, rak penyimpanan, zat penyerap, alat pembuat lapisan, bejana kromatografi, sablon, pipet mikro, alat penyemprot pereaksi, pelarut, dan lampu ultraviolet. (Materia Medika Indonesia Jilid V, hal 528).

4. Kromatografi Gas
Kromatografi gas adalah satu cara pemisahan kromatografi dimana sebagai fase bergerak digunakan gas yang disebut gas pembawa. Jika sebagai fase tidak bergerak digunakan zat padat yang disebut kromatografi gas padat dan jika sebagai fase tidak bergerak digunakan cairan disebut kromatografi gas cairan. Alat yang digunakan antara lain : tempat penyuntikan yang terletak dimuka kolom kromatografi, kolom kromatografi dari kaca atau baja tahan karat berisi bahan padat penyangga halus yang cocok dan dilapisi dengan fase tidak bergerak, detektor yang dihubungkan dengan alat pencatat. (Materia Medika Indonesia Jilid V, hal 531).

1.2.3 Alat dan Bahan.
A. Identifikasi Umum dan Kimia Alkaloida
Alat :
1. Erlenmeyer
2. Beaker glass
3. Gelas ukur
4. Batang pengaduk
5. Sendok tanduk
6. Corong pisah
7. Tabung reaksi
8. Pipet tetes
9. Penangas air
10. Kertas perkamen
11. Kertas saring
12. Penjepit kayu

Bahan :
1. Simplisia Coffea Semen, Cacica papaya Flos, Nicotiana tabacum Folium, Chinae Cortex, dan Piperis nigri Fructus.
2. HCL 2N
3. Amonia P
4. Eter P
5. Kloroform
6. Natrium Sulfat Anhidrat P
7. Mayer LP
8. Wagner LP
9. Dragendroff LP
10. Marme LP
11. Harger LP
12. Asam Sulfat P
13. Asam Nitrat P
14. Erdman LP
15. Kristal Kadminium Sulfat
16. Asam Sulfat Encer
17. Air
18. Arang jerap

B. Identifikasi Kromatografi Lapis Tipis
Alat :
1. Chamber
2. Plat KLT silica gel GF 254
3. Pipet Kapiler
4. Kertas saring
Bahan :
1. Chinae Cortex
2. Toluena-eter-dietilamina (55:35:10) v/v
3. 35 mg Kinina
4. Amoni 25 %
5. Kloroform
6. Metanol
7. Asam Sulfat pekat





















B A B II
DATA PENGAMATAN HASIL PRAKTIKUM

Data pengamatan hasil praktikum terlampir.
























B A B III
P E M B A H A S A N

Pada praktikum identifikasi glikosida ini, dilakukan uji identifikasi glikosida secara kimia maupun secara kromatografi.
3.1 Identifikasi Umum
Pada identifikasi umum dilakukan 2 macam percobaan, yaitu reaksi pengendapan dan reaksi warna. Namun, terlebih dahulu harus dilakukan penyiapan larutan percobaan. Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah simplisia Coffea Semen, Carica papaya Flos, Nicotiana tabacum Folium, Chinae Cortex, dan Piperis nigri Fructus. Mula-mula serbuk simplisia ditimbang sebanyak 250 mg, kemudian ditambahkan 0,5 mL HCl 2N dan 4,5 mL air. Penambahan HCl 2 N bertujuan untuk menarik alkaloid dari dalam simplisia. Alkaloid bersifat basa, sehingga dengan penambahan asam seperti HCl akan terbentuk garam. Sedangkan fungsi penambahan air adalah untuk melarutkan garam alkaloid yang terbentuk (Depkes RI, 1979). Setelah itu dilakukan pemanasan selama 2 menit di atas penangas air, kemudian didinginkan lalu disaring. Pemanasan yang dilakukan bertujuan untuk memecah ikatan antara alkaloid dengan asam klorida sehingga diperoleh alkaloid yang bukan dalam bentuk garamnya. kemudian didinginkan dan disaring lalu diambil filtratnya.
• Coffea Semen terbentuk larutan berwarna coklat muda.
• Carica papaya Flos terbentuk larutan berwarna orange.
• Nicotiana tabacum Folium terbentuk larutan berwarna coklat kemerahan.
• Chinae Cortex terbentuk larutan berwarna kuning jernih.
• Piperis nigri Fructus terbentuk larutan berwarna orange.

Filtrat kemudian dipindahkan ke gelas arloji dan ditetesi dengan 2 tetes larutan Mayer LP.
• Coffea Semen terbentuk larutan berwarna coklat muda dan tidak menggumpal.
• Carica papaya Flos terbentuk larutan berwarna kuning muda dan tidak terbentuk endapan.
• Nicotiana tabacum Folium terbentuk larutan berwarna kuning muda dan tidak terbentuk endapan .
• Chinae Cortex terbentuk larutan berwarna putih kekuningan dan terbentuk endapan.
• Piperis nigri Fructus terbentuk larutan berwarna coklat muda dan terbentuk sedikit endapan.
Berdasarkan uji di atas, diketahui bahwa Chinae Cortex mengandung alkaloid. Hal ini ditandai dengan terbentuknya endapan. Berdasarkan pustaka, simplisia Chinae Cortex mengandung alkaloid quinolin. (Buku ajar Farmakognosi. 2009).

Sisa filtrat kemudian digojog dalam corong pisah dan ditambahkan 3 mL amonia P untuk membuat suasana basa dan 5 mL campuran (3 bagian eter, yaitu ¾ x 5 ml = 3,75 mL dan 1 bagian kloroform, yaitu ¼ x 5 ml = 1,25). Penambahan dua pelarut ini bertujuan untuk melarutkan fase organik yaitu campuran klorofom dan eter serta fase non organik yaitu air. Karena kedua fase ini memiliki massa jenis yang berbeda, maka fase organik dan fase non organik pada filtrat akan terpisah, dimana fase organik filtrat berada pada bagian bawah larutan, sedangkan air sebagai fase organik berada pada bagian atas larutan. Fase organik mengandung alkaloid karena alkaloid memiliki sifat nonpolar sehingga larut dalam kloroform. Setelah itu fase organik ditambahkan Na2SO4 anhidrat yang bersifat higroskopis, sehingga mampu mengikat air yang tersisa pada filtrat. Kemudian, larutan disaring dan filtrat dibagi 2 untuk reaksi pengendapan dan reaksi warna.



a. Reaksi Pengendapan
Pada reaksi pengendapan, filtrat diuapkan terlebih dahulu di atas penangas air untuk menghilangkan atau menguapkan pelarut yang telah bercampur dengan alkaloid. Kemudian, sisa filtrat yang telah diuapkan dilarutkan dalam HCl 2N. Penambahan HCl berfungsi untuk membentuk garam alkaloid sehingga alkaloid dapat tertarik dari larutannya. Alkaloid dalam bentuk garamnya inilah yang nantinya akan bereaksi dengan reagent atau larutan pereaksi dan membentuk endapan. Adapun larutan pereaksi yang digunakan antara lain:
Gol II : Wagner LP.
Gol III : Mayer LP dan Dragendroff LP.
Gol IV : Harger LP.

Tabel 1 : Hasil Uji Reaksi Pengendapan

Nama Simplisia Larutan Pereaksi
Wagner LP Mayer LP Dragendroff LP Harger LP
Coffea Semen - - -
Carica papaya Flos - - - -
Nicotiana tabacum Folium  - - -
Chinae Cortex - - - -
Piperis nigri Fructus -  - -
Ket:
 : Terbentuk endapan
- : Tidak terbentuk endapan

Berdasarkan percobaan reaksi pengendapan di atas, diperoleh hasil bahwa tidak terdapat simplisia yang mengandung alkaloid karena tidak terbentuk endapan dari sekurang-kurangnya dua larutan pereaksi.(Depkes RI,1977). Hal ini tidak sesuai dengan pustaka yang menyebutkan bahwa Chinae Cortex mengandung alkaloid qinolin. Berdasarkan pustaka, disebutkan bahwa reaksi pengendapan dengan pereaksi golongan II jika bereaksi dengan alkaloid akan membentuk endapan. Reaksi pengendapan dengan pereaksi golongan III jika bereaksi dengan alkaloid akan membentuk senyawa adisi yang tidak larut. Reaksi pengendapan dengan pereaksi golongan IV jika bereaksi dengan alkaloid akan membentuk ikatan asam organik.(Depkes RI, 1980). Tidak terbentuknya endapan disebabkan karena rusaknya larutan pereaksi atau kesalahan dalam proses pengerjaan, misalnya pada proses penguapan dan penambahan HCl 2N.

b. Reaksi Warna
Pada reaksi ini, sebelum ditetesi dengan larutan pereaksi, sampel terlebih dahulu diupkan di atas penangas air dengan menggunakan cawan porselen. Hal ini juga bertujuan untuk menguapkan pelarut yang telah bercampur dengan alkaloid. Pada uji warna ini, digunakan 3 pereaksi, yaitu asam sulfat P, asam nitrat P, dan Erdman LP. Dari percobaan di atas, diperoleh hasil :
Tabel 2 : Hasil Uji Reaksi Warna

Nama Simplisia Larutan percobaan
asam sulfat P asam nitrat P Erdman LP
Coffea Semen Coklat jernih Kuning jernih Coklat jernih
Carica papaya Flos Coklat muda Hijau muda Tetap bening
Nicotiana tabacum Folium Agak kekuningan Putih kekuningan Tetap bening
Chinae Cortex Agak kuning Tetap bening Tetap bening
Piperis nigri Fructus Kuning Hijau kekuningan kekuningan

Dari hasil percobaan, diperoleh hasil uji negatif ( - ) pada simplisia Carica papaya Folium, Nicotiana tabacum Folium, dan Chinae Cortex karena ada yang tidak mengalami perubahan warna setelah ditetesi dengan larutan percobaan tertentu. Adapun penyimpangan hasil uji warna ini disebabkan oleh ketidaktelitian praktikan dalam penambahan reagent atau larutan percobaan pada filtrat dan mungkin juga disebabkan oleh proses penyarian filtrat yang kurang teliti.
Sedangkan diperoleh hasil uji positif (+) pada Coffea Semen dan Piperis nigri Fructus karena terjadi perubahan warna oleh penambahan ketiga larutan percobaan. Adanya perubahan warna disebabkan oleh adanya interaksi antara alkaloid yang bersifat basa dengan larutan percobaan yang bersifat asam sehingga menimbulkan reaksi asam-basa dan memicu timbulnya warna tertentu.

3.2 Identifikasi Kimia
3.2.1 Piperina
Pada identifikasi kimia terhadap serbuk piper nigrum dilakukan dengan cara 1-3 tetes sari kloroform dari serbuk piper nigrum yang diteteskan pada objek gelas kemudian ditambahkan dengan 1 tetes asam sulfat pekat terjadi warna coklat tua, karena merupakan senyawa amida basa lemah yang dapat membentuk garam dengan asam mineral kuat. Uji positif karena setelah diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran lemah (12,5 x 10) membentuk kristal kadminium sulfat, yang berupa kristal berbentuk jarum, berwarna kuning.

3.2.2 Kinina
Pada uji ini, digunakan 200 mg serbuk Chinae Cortex dimaserasi dengan 20 mL air dan 2 tetes Asam Sulfat encer selama 1 jam, diperoleh maserat berwarna coklat muda, disaring. Maserasi bertujuan menarik alkaloid untuk bereaksi dengan asam membentuk garam yang larut dalam air, sedangkan penambahan Asam Sulfat encer bertujuan untuk menarik alkaloid karena alkaloid bersifat basa lemah dan bila direaksikan dengan asam maka akan terbentuk garam yang larut dalam air sehingga garam alkaloid dapat terpisah menuju fase cair dan dapat diisolasi. Setelah filtrat ditambahkan Asam Sulfat encer, didihkan dan ditambahkan arang jerap untuk mengabsorpsi pengotor, kemudian diamati pada lampu UV, terjadi flourosensi biru. Flourosensi ini terjadi karena larutan menyerap cahaya pada panjang gelombang 366 nm. Dari hasil percobaan menunjukkan hasil positif untuk kinina karena alkaloid kinina mampu menyerap gelombang cahaya unutk membentuk flourosensi berwana biru. Hal ini menandakan bahwa simplisia Chinae Cortex memiliki kandungan alkaloid kinina.





Gambar 1. Dilihat di bawah UV 254 nm






Gambar 2. Dilihat di bawah UV 366 nm

3.3 Identifikasi Alkaloid dengan Menggunakan Metode Kromatografi Lapis Tipis
Selain identifikasi alkaloid secara kimia, pemeriksaan alkaloid secara kromatografi lapis tipis juga dilakukan. Kromatografi merupakan suatu metode pemisahan secara fisiko-kimia, dimana pada dasarnya prinsip kerja dari kromatografi melawan gradient gravitasi bumi yang menyebabkan larutan dalam percobaan akan bergerak ke atas melalui fase diamnya.
Fase diam yang digunakan dalam percobaan ini yaitu Silika gel GF254, dan fase geraknya Toluena – eter – dietilamina (55 : 35 : 10). Toluen yang digunakan 2,75 ml, eter 1,75 ml, dietil amina 0,5 ml. Dimana sebagai pembanding digunakan 35 mg kinina. Silika gel GF254 artinya silika gel yang terdapat pada plat KLT yaitu gypsum dengan fluoresensi pada panjang gelombang (λ) 254 nm. Bahan yang digunakan adalah golongan kinolin yaitu serbuk Chinae cortex.
Langkah pertama, 250 mg serbuk Chinae cortex dibasahi dengan 5 tetes amonia 25% untuk menciptakan suasana basa sehingga alkaloid lebih mudah disari. Kemudian ditambahkan dengan kloroform dan digojog. Penambahan kloroform bertujuan untuk menarik zat – zat pengotor (Anonim b, 1979). Filtrat selanjutnya diuapkan sampai kering, dan ditambahkan dengan 0,5 ml metanol. Metanol dalam hal ini berfungsi sebagai pelarut. Larutan yang diperoleh ditotolkan sebanyak 5 – 10 mikroliter dengan pipet kapiler. Tujuan digunakan pipet kapiler adalah untuk memperkecil luas permukaan penotolan, sehingga elusi yang terjadi dapat lebih sempurna. Setelah pengembangan selesai, lempeng KLT dipanaskan pada suhu 1000 C selama 10 menit. Setelah pengembangan selama 1 jam, diamati di bawah sinar UV254, terbentuk spot antara lain :
Spot 1 berwarna lembayung gelap dengan jarak 1,5 cm
= = 0,1875

Spot 2 berwarna biru muda dengan jarak 3 cm
= = 0,375

Spot 3 berwarna biru tua dengan jarak 4 cm
= = 0,5

Spot 4 berwarna lembayung gelap dengan jarak 5 cm
= = 0,625

Spot 5 berwarna lembayung gelap dengan jarak 6 cm
= = 0,75

• Setelah disemprot dengan 10 mL campuran methanol asam sulfat pekat (9:1) v/v dan dipanaskan pada suhu 1050C dan dilihat pada UV366 terbentuk 8 spot, antara lain :
Spot 1 berwarna lembayung gelap dengan jarak 1 cm
= = 0,125

Spot 2 berwarna lembayung gelap dengan jarak 2 cm
= = 0,25



Spot 3 berwarna biru muda dengan jarak 2,5 cm
= = 0,313


Spot 4 berwarna ungu dengan jarak 3 cm
= = 0,375

Spot 5 berwarna biru muda dengan jarak 4 cm
= = 0,5

Spot 6 berwarna kuning dengan jarak 6 cm
= = 0,625

Spot 7 berwarna kuning dengan jarak 6 cm
= = 0,75

Spot 8 berwarna hijau dengan jarak 6,5 cm
= = 0,835

Berdasarkan percobaan pada simplisia Chinae Cortex diperoleh hasil uji positif mengandung alkaloid yang ditandai dengan adanya pemadaman fluoresensi di bawah UV254 nm. Pada UV 366 nm setelah disemprot campuran Metanol- Asam Sulfat Pekat (9:1) v/v tidak terbentuk warna biru tua yang menyala.












Gambar 3. Dilihat di bawah UV 254 nm










Gambar 4. Dilihat di bawah UV 366 nm








KESIMPULAN

1. Pada uji identifikasi umum terhadap simplisia Coffea Semen, Carica Papaya Flos, Nicotiana Tabacum Folium, Chinae Cortex, Piperis Nigri Fructus negatif mengandung alkaloid.
2. Pada reaksi pengendapan suatu serbuk simplisia mengandung alkaloid sekurang-kurangnya jika terbentuk endapan dengan dua larutan pereaksi.
3. Pada uji warna suatu simplisia mengandung alkaloid jika menghasilkan perubahan warna dengan beberapa larutan pereaksi Wagner LP, Mayer LP, Dragendroff LP, dan Harger LP, diperoleh hasil uji negatif ( - ) pada simplisia Carica Papaya Folium, Nicotiana tabacum Folium, dan Chinae Cortex. Sedangkan diperoleh hasil uji positif (+) pada Coffea Semen dan Piperis nigri Fructus.
4. Uji piperina menghasilkan reaksi positif mengandung alkaloid dengan terbentuknya kristal kadminum sulfat berupa kristal berbentuk jarum, berwarna kuning.
5. Uji kinina menunjukkan hasil positif mengandung alkaloid yang ditunjukkan dengan terbentuknya flourosensi berwana biru. Hal ini menandakan bahwa simplisia Chinae Cortex memiliki kandungan alkaloid kinina.
6. Uji identifikasi alkaloid dengan menggunanakan metode KLT pada simplisia Chinae Cortex menunjukkan hasil uji positif mengandung alkloida yang ditandai dengan adanya pemadaman fluoresensi di bwah UV 254 nm. Sedangkan pada UV 366 nm setelah disemprot campuran Metanol- Asam Sulfat Pekat (9:1) v/v tidak terbentuk warna biru tua yang menyala.